Ceritanya disatu sore terjadilah perbincangan antara seorang nenek dan cucunya (mereka baru pulang dari ladang).
Cucu: “Saya mau berladang saja!”
Nenek: “Di mana?”
“Hutan gak ada lagi. Pohon sawit bergentayangan di mana-mana. Merasuki para Politisi dan Pejabat busuk. Hutan nenek moyang habis di babat.”
“Nanti bikin tengkalang pakai apa?”
Cucu: “Hmm.. Mungkin bisa diganti dari pelepah sawit.”
Nenek: “Bukan dari rotan?”
Cucu:“Nanti bikin sampan pakai apa?”
Nenek: “Yaa batang sawit mungkin bisa ya, ndak usah lagi pakai kayu.”
Cucu:“Nanti masak pakai apa? kompor gas?”
Nenek: “Nenek ndak berani. Kan biasa pakai kayu api.”
Cucu: “Terus cari kayu di mana?”
Nenek: “Cari pelepah sawit yang sudah mati. Mau bagimana lagi?”
Cucu:“Mau melamar kerja sawit, tapi sudah diserobot orang luar. Jawa, Batak, dan lain-lain.”
Nenek: “Lalu saya orang Serawai mau dapat apa?”
“Nanti ndak bisa nanam padi lagi. Belajar makan singkong dari sekarang ya!”
Cucu: “Hmm, coba lihat pemimpin kita pakai jas rapi, mobil mewah, perut makin buncit. Jelas sekali."
Nenek:“Mereka makan tidur di rumah saja.”
“Kita apa yang ada ya? Mau jadi pemimpin. Mimpi siang bolong, yang ada kulit makin hitam! Terbakar!”
Cucu:“Mereka bisa makan enak. Tidur saja dibayar, dikasih mobil, uang datang ke rumah.”
Nenek:“Enak itu!”
Cucu:“Eeh! itu pejabat uangnya dari mana ya Nek? Oo, dapat nyuri toh. Nyuri dan nyolong uang saya yang tidak punya apa-apa!”
Nenek:“Kasihan ya pejabat!”
( Anekdot mengenai perkebunan sawit. Nenek dan Cucu itu orang Dayak)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H