Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Sarjana, Apoteker

Pendidikan terakhir, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: Sarjana lulus November 1975, Apoteker lulus Maret 1977. Profesi Apoteker, dengan nama Apotek Sido Waras, sampai sekarang. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil tahun 2003, dengan jabatan terakhir Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Lampung Timur. Dosen Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Tulang Bawang Bandar Lampung, Januari 2005 sampai dengan Desember 2015.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Siapa Aku (4)

24 Juni 2016   08:18 Diperbarui: 24 Juni 2016   08:33 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Wahyu Al Qur’an diturunkan kira - kira 14,5 abad yang silam, menuntun manusia menuju cahaya terang benderang.  Mari dengan sadar dan jujur kita kaji ulang, tujuan diturunkannya Al Qur’an. Sudahkah terwujud kedamaian (cahaya terang benderang) dimuka bumi ini, sesuai perintah dan petunjukNya?  Hal yang memprihatinkan, mengapa justru situasi dan kondisi yang terjadi dimasa silam, dikenal sebagai zaman jahiliyah atau zaman gelap gulita orang menyebutnya, saat ini seolah- olah kita dapat melihat rekaman kejadiannya, di Negeri yang sama - sama kita cintai?

Kalau demikian kejadiannya, lalu siapa yang salah? Sebaiknya tidak perlu mencari siapa yang salah, justru kita harus berani jujur mengakui, yang salah itu tidak lain adalah manusianya sendiri! Karena kita belum lengkap, dalam mengkaji dan memahami makna Al Qur’an sebagai pedoman hidup manusia.

Hendaklah kita tidak selalu mendasarkan perkataan atau perbuatan kita, atas pokoknya kata orang. Asal orang  ngomong merah,  kita ikut berkata merah. Orang ngomong hitam, kita ikut berkata hitam. Orang ngomong keutara, kita jalan keutara. Hendaklah diingat, dipengadilan akhir kelak, tidak ada seseorang yang dapat membela orang lain. Sekedar mengingatkan mari kita simak bersama Surat Al Baqarah ayat 48 berikut. Dan jagalah dirimu dari ( azab ) hari ( kiamat, yang pada hari itu ) seseorang tidak dapat  membela  orang lain, walau sedikitpun; dan ( begitu pula ) tidak  diterima syafa’at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong.   

Sebagai gambaran kita baca firman Allah dalam Surat Huud ayat 42. Dan  bahtera  itu  berlayar  membawa  mereka  dalam  gelombang  laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada ditempat yang jauh terpencil :  Hai anakku, naiklah kekapal ) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang – orang yang kafir.Surat Huud ayat 43. Anaknya menjawab :  Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah! Nuh berkata :“Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah  selain Allah ( saja ) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang – orang yang ditenggelamkan.

Demikian juga firman Allah dalam Surat At Tahriim ayat 10. Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang – orang yang kafir. Keduanya berada dibawah pengawasan dua orang hamba yang saleh diantara hamba–hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari ( siksa ) Allah; dan dikatakan ( kepada keduanya ) :  “Masuklah ke neraka bersama orang – orang yang masuk ( neraka )”.                          

Firman Allah dalam ayat – ayat tadi, mudah – mudahan dapat lebih meyakinkan kita. Selagi beliau Nuh seorang Nabi, toh tidak dapat menyelamatkan anak dan istrinya dari azab Allah. Demikian pula meskipun beliau Luth seorang Nabi, juga tidak dapat menyelamatkan istrinya dari azab Allah. Apalagi yang hanya manusia biasa, siapapun dia dan apapun predikat atau sebutannya. Lalu siapa yang dapat menyelamatkan seseorang dari azab Allah? Tidak lain hanya diri kita sendiri, baru Allah mengabulkan.

Mari secara sadar dan jujur,  membuka nurani dan menurunkan gengsi, untuk mengoreksi kesalahan  dan  kekurangan  diri kita sendiri; dalam mengkaji dan memahami makna ayat – ayat Allah. Baik ayat Allah yang tertulis maupun ayat Allah yang tidak tertulis, tanpa menyalahkan / mengoreksi orang atau pihak lain. Sekaligus menguji dan mengevaluasi kebenaran, serta ketepatan dalam pelaksanaannya, demi keselamatan hidup kita di dunia dan keselamatan hidup kita di kelak kemudian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun