Wahyu Al Qur’an diturunkan kira - kira 14,5 abad yang silam, menuntun manusia menuju cahaya terang benderang. Mari dengan sadar dan jujur kita kaji ulang, tujuan diturunkannya Al Qur’an. Sudahkah terwujud kedamaian (cahaya terang benderang) dimuka bumi ini, sesuai perintah dan petunjukNya? Hal yang memprihatinkan, mengapa justru situasi dan kondisi yang terjadi dimasa silam, dikenal sebagai zaman jahiliyah atau zaman gelap gulita orang menyebutnya, saat ini seolah- olah kita dapat melihat rekaman kejadiannya, di Negeri yang sama - sama kita cintai?
Kalau demikian kejadiannya, lalu siapa yang salah? Sebaiknya tidak perlu mencari siapa yang salah, justru kita harus berani jujur mengakui, yang salah itu tidak lain adalah manusianya sendiri! Karena kita belum lengkap, dalam mengkaji dan memahami makna Al Qur’an sebagai pedoman hidup manusia.
Hendaklah kita tidak selalu mendasarkan perkataan atau perbuatan kita, atas pokoknya kata orang. Asal orang ngomong merah, kita ikut berkata merah. Orang ngomong hitam, kita ikut berkata hitam. Orang ngomong keutara, kita jalan keutara. Hendaklah diingat, dipengadilan akhir kelak, tidak ada seseorang yang dapat membela orang lain. Sekedar mengingatkan mari kita simak bersama Surat Al Baqarah ayat 48 berikut. Dan jagalah dirimu dari ( azab ) hari ( kiamat, yang pada hari itu ) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan ( begitu pula ) tidak diterima syafa’at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong.
Sebagai gambaran kita baca firman Allah dalam Surat Huud ayat 42. Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada ditempat yang jauh terpencil : Hai anakku, naiklah kekapal ) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang – orang yang kafir.Surat Huud ayat 43. Anaknya menjawab : Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah! Nuh berkata :“Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah ( saja ) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang – orang yang ditenggelamkan.
Demikian juga firman Allah dalam Surat At Tahriim ayat 10. Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang – orang yang kafir. Keduanya berada dibawah pengawasan dua orang hamba yang saleh diantara hamba–hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari ( siksa ) Allah; dan dikatakan ( kepada keduanya ) : “Masuklah ke neraka bersama orang – orang yang masuk ( neraka )”.
Firman Allah dalam ayat – ayat tadi, mudah – mudahan dapat lebih meyakinkan kita. Selagi beliau Nuh seorang Nabi, toh tidak dapat menyelamatkan anak dan istrinya dari azab Allah. Demikian pula meskipun beliau Luth seorang Nabi, juga tidak dapat menyelamatkan istrinya dari azab Allah. Apalagi yang hanya manusia biasa, siapapun dia dan apapun predikat atau sebutannya. Lalu siapa yang dapat menyelamatkan seseorang dari azab Allah? Tidak lain hanya diri kita sendiri, baru Allah mengabulkan.
Mari secara sadar dan jujur, membuka nurani dan menurunkan gengsi, untuk mengoreksi kesalahan dan kekurangan diri kita sendiri; dalam mengkaji dan memahami makna ayat – ayat Allah. Baik ayat Allah yang tertulis maupun ayat Allah yang tidak tertulis, tanpa menyalahkan / mengoreksi orang atau pihak lain. Sekaligus menguji dan mengevaluasi kebenaran, serta ketepatan dalam pelaksanaannya, demi keselamatan hidup kita di dunia dan keselamatan hidup kita di kelak kemudian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H