Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Sarjana, Apoteker

Pendidikan terakhir, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta: Sarjana lulus November 1975, Apoteker lulus Maret 1977. Profesi Apoteker, dengan nama Apotek Sido Waras, sampai sekarang. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil tahun 2003, dengan jabatan terakhir Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Lampung Timur. Dosen Jurusan Farmasi, Fakultas MIPA Universitas Tulang Bawang Bandar Lampung, Januari 2005 sampai dengan Desember 2015.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perilaku Burung Emprit Berterimakasih

26 Januari 2019   08:18 Diperbarui: 26 Januari 2019   08:34 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rumah penulis menyatu dengan Apotek Sido Waras, beralamat di jalan Rajabasah Raya Blok E No. 06 Perumnas Way Halim, Bandar Lampung. Berdomisili di Perumnas tidak berarti memilikinya sejak awal atau sebagai orang pertama, namun membeli dari pemilik lama yang pindah ke Padang. 

Pembelian kepada pemilik lama memang dilakukan secara tunai, tetapi uangnya dapat meminjam dari Bank Tabungan Negara (BTN) dan yang pengembaliannya diangsur selama 10 tahun. Patut penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, meskipun didapat melalui jalan berliku toh akhirnya penulis mempunyai rumah sendiri. Sekaligus mengakhiri pindah dari satu rumah ke rumah yang lain, karena selama 6 tahun penulis menempati rumah kontrakan.

Di halaman depan rumah sudah terdapat pohon mangga dermayu, yang berjarak sekitar 4 meter dari dinding depan rumah. Pada saat awal menempati rumah ini bulan Oktober tahun 1993, diameter pohon mangga tersebut baru lebih kurang 7 Cm. 

Kemudian untuk menambah keasrian dan peneduh, maka disekitar pohon mangga lalu ditanami berbagai tanaman obat, dipadu dengan tanaman bunga pot dan kolam kecil dengan beberapa jenis ikan.

Lebih kurang 3 tahun setelah penulis sekeluarga menempati rumah ini, baru dapat menambah dan memodifikasi tata letak ruangan. Diantaranya membuat kamar dilantai 2, yang memang lantai duanya sudah ada sejak ditempati pemilik sebelumnya. 

Ruang tamu sebelumnya dialih fungsikan sebagai kamar tidur utama, sedangkan kamar tidur sebelumnya dinding depan di bedah dan diperpanjang kedepan, hingga hanya berjarak sekitar 65 Cm dari pohon mangga.

Dengan adanya berbagai tanaman tersebut, kecuali dapat berfungsi sebagai peneduh halaman rumah, juga sebagai hiasan ( Jawa = pethetan ), sekaligus juga berfungsi sebagai penyaring udara. 

Tetapi karena pohon mangga setiap saat berbuah, dan bila buahnya di makan dapat menyebabkan orang kenyang ( Jawa = mlenthet ); Maka tanaman yang ada di halaman depan rumah secara keseluruhan, kurang tepat bila hanya disebut hiasan (pethetan). Akan lebih tepat bila disebut plenthetan, artinya pethetan yang dapat memlenthetkan alias tanaman yang berfungsi sebagai hiasan namun mengenyangkan.

Pohon mangga ini tumbuh subur dan berbuah terus menerus, bisa dikatakan tidak mengenal musim. Pohon tersebut selalu ada buahnya, walaupun di pasar belum ada buah mangga yang diperjual belikan. 

Artinya pohon mangga ini tanpa terputus selalu ada bunganya, ada buahnya yang masih sangat kecil, ada buahnya yang kecil, ada buahnya yang sedang, ada buahnya yang besar, ada juga buahnya yang sudah tua, ada buahnya yang sudah matang dan bahkan kadang -- kadang ada juga buahnya yang sudah di makan kalong sebagian.

Bersyukurnya lagi, penulis sekeluarga dapat membantu para ibu hamil, kapanpun bila membutuhkan mangga mengkal buat anak yang dikandung, katanya. Istilah Jawanya, ibu yang sedang nyidham. Tidak memandang siapa yang memintanya, bagi mereka yang membutuhkan dipersilahkan dan tak jarang mereka mengambil sendiri, setelah diberi izin. 

Bila suatu saat buahnya cukup banyak, tak jarang orang datang mau memborong buah mangga yang masih di pohon tersebut, tetapi penulis tidak pernah menjualnya. Bila mangga sudah tua dipetik, lalu sebagian besarnya dibagikan kepada tetangga dan pedagang di sekitar rumah.

 Dengan demikian beliau -- beliau tadi, yang setiap harinya melihat sejak bunga sampai buah dipanen, juga dapat merasakan manis asamnya buah mangga.

Hingga saat ini tepatnya bulan Januari 2019, berarti penulis sekeluarga sudah menempati rumah ini sekitar 25 tahun. Dengan bertambahnya waktu, pohon mangga dermayu tadi sudah berumur lebih dari 30 tahun. Dan setelah penulis ukur, ternyata diameter pohon mangga saat ini sudah mencapai kira -- kira 42 Cm, dan jaraknya dari dinding depan rumah sekitar 40 Cm.

Halaman menjadi teduh dan sejuk memang, karena kerimbunan pohon mangga dan tanaman lainnya. Bahkan pernah tawon madu liar ( Jawa = tawon gung ) dua kali membuat sarang di pohon mangga ini, dan penulis sempat memanen madunya sekali. Kecuali itu, rupanya burung-burung juga tertarik untuk menginap, dan membuat sarang di pohon mangga tersebut. 

Pada suatu waktu terdapat sarang burung emprit 5 buah dan bahkan lebih, belum lagi sarang burung kutilang. Kesemuanya aman - aman saja, karena memang tidak ada orang yang mau mengusik keberadaan sarang -- sarang burung tersebut.

Karena burung yang bersarang silih berganti, sudah barang tentu diatas pohon yang sama terdapat kondisi sarang burung yang berbeda-beda. Ada kalanya sarang burung yang terlihat masih baik kondisinya, dan ada pula sarang burung yang terlihat sudah lapuk, artinya sarang tadi sudah tidak ditempati oleh penghuninya. 

Di dunia memang tidak ada yang langgeng, tidak terkecuali tanaman. Seiring dengan silih bergantinya burung -- burung membuat sarang, ada sarang yang terletak pada cabang kering yang posisinya di pohon paling atas. Dan yang kebetulan dari kedua cabang kering ini, masing -- masing terdapat sebuah sarang burung emprit. 

Hanya bedanya, bila dilihat dari kenampakan sarang, satu diantaranya sudah terlihat agak lapuk, karena mungkin sudah lama ditinggalkan penghuninya. Sedangkan lainnya kelihatan masih tampak bagus kondisinya, dan yang kemungkinan masih ada penghuninya. 

Mengingat posisi cabang kering ini ada dipohon paling atas, penulis khawatir kalau cabang ini sewaktu-waktu akan patah dan jatuh menimpa genteng, bila diterpa angin dan atau hujan deras. Untuk menghilangkan kekhawatiran tersebut, suatu saat penulis memanjat pohon mangga sambil membawa gergaji, dengan maksud akan memotong cabang yang sudah kering tersebut. 

Begitu sampai diatas, penulis lalu mulai menggergaji cabang kering yang sarangnya terlihat sudah lapuk. Dan memang sejak semula penulis tidak berniat akan memotong cabang yang sarangnya masih terlihat bagus kondisinya, karena penulis beranggapan sarang yang lebih bagus ini masih ada penghuninya.

Ketika sedang menggergaji salah satu cabang kering tadi, sesaat kemudian tanpa penulis ketahui dari mana datangnya, hinggap sepasang burung emprit di cabang kering lainnya. Mengetahui ada sepasang burung emprit hinggap di cabang kering lainnya, penulis berhenti menggergaji dan memandang kearah dimana sepasang burung emprit hinggap. Sesaat kemudian sepasang burung emprit tadi berbunyi prit, prit, prit, lalu terbang entah kemana. 

Dalam hati terlintas, sepasang burung emprit tadi mungkin memberi isyarat kepada penulis, agar tidak memotong cabang kering dulu, karena masih ada warganya yang menghuni sarang tersebut. Setelah melihat perilaku sepasang burung emprit tersebut, penulis lalu mengurungkan niat dan  tidak melanjutkan pemotongan cabang kering tadi, lalu turun.

Setelah lama cabang kering penulis biarkan tetap seperti kondisi semula, sampai akhirnya kedua sarang burung emprit tersebut terlihat lapuk. Melihat kondisi sarang yang sudah lapuk tersebut, penulis yakin kalau kedua sarang tersebut sudah ditinggal pergi atau sudah tidak di huni lagi. Akhirnya penulis memanjat pohon mangga kembali dengan membawa gergaji, untuk memotong kedua cabang kering tersebut.

Penggergajian sudah dimulai, dan tanpa penulis ketahui dari mana datangnya, hinggap lagi sepasang burung emprit di cabang kering yang akan dipotong. Melihat datangnya sepasang burung emprit, penulis lalu berhenti menggergaji dan sengaja memandang kearah dimana sepasang burung emprit hinggap. 

Sesaat kemudian sepasang burung emprit tadi berbunyi, prit, prit, prit, lalu terbang entah kemana perginya. Dalam hati terlintas kembali, sepasang burung emprit tadi mungkin mengucapkan terima kasih, dan memberi tahu kalau anak -- anaknya sudah besar dan sudah bisa terbang meninggalkan sarang tersebut.

Melihat kejadian tersebut, penulis merasa bersyukur ibarat mendapat perintah dan petunjuk secara langsung dari Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, melalui perilaku sepasang burung emprit. Mengapa demikian? Karena sesungguhnya ayat - ayat Allah itu ada dua macam, yaitu ayat -- ayat Allah yang tertulis berupa Al Qur'an dan atau Kitab Suci lainnya, dan ayat - ayat Allah yang tidak tertulis berupa semesta alam atau jagad raya seisinya, termasuk diri manusia, tumbuhan dan binatang tentunya.

Surat Al Baqarah ayat 251. Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberi kan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.

Surat Al Baqarah ayat 252. Itu adalah ayat-ayat dari Allah, Kami bacakan kepadamu dengan hak (benar) dan sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus.

Penulis merasa trenyuh sekaligus bangga dapat melihat dan merasakan kejadian tersebut, burung saja dapat berterima kasih atas perbuatan orang ibaratnya. Tetapi mengapa, manusia yang diciptakan sebagai makhluk paling sempurna diantara mahluk ciptaan Allah, banyak yang lupa untuk bersyukur atas karunia yang diterimanya. 

Banyak orang yang tidak dapat berterima kasih atas perbuatan seseorang, dan bahkan tak jarang malah menghujat, memfitnah, mencemooh dan melakukan perbuatan keji lainnya. Dapat dibayangkan, kalau sesama manusia saja sulit untuk menghargai perbuatan orang lain, apalagi menghargai, menyayangi dan mengasihi makhluk lain ciptaan Allah, tentunya akan sangat sulit. Ungkapan ini bila dikaji dari sisi penulis sebagai manusia.

Sebaliknya bila dikaji atau ditilik dari sisi pohon mangga, alhamdulillah penulis mendapat pelajaran yang sangat tinggi nilainya. Betapa tidak, karena kejadian ini seolah -- olah penulis ditunjukkan secara langsung oleh Allah Swt, jadilah engkau layaknya pohon mangga itu. 

Meskipun dahannya sudah kering kerontang, namun masih bisa mengayomi dan memberi manfaat bagi kelangsungan hidup si burung emprit, di satu sisi. Dan disisi lain lihatlah perilaku burung emprit itu, hendaklah engkau dapat berlaku menghargai dan berucap terima kasih kepada siapapun, yang telah berbuat kebaikan. 

Atas kesemuanya tersebut, puji syukur penulis sanjung agungkan kehadirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa. Karena dalam keadaan apapun, dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun, serta dimanapun berada, penulis merasa selalu ditunjukkan dan dibimbing untuk dapat mempelajari (mengaji) perintah dan petunjuk Allah, melalui hamba-Nya yang lain berupa tumbuhan dan binatang, atau yang dinamakan ayat -- ayat Allah yang tidak tertulis.

Sekali lagi perkenankan aku mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada Engkau ya Allah, yang telah mengizinkan dan memberi kesempatan kepada aku untuk belajar (mengaji) dari hamba-Mu yang lain, berupa tumbuhan dan binatang. Semoga Engkau tetap membimbing atau menuntunku sekeluarga besar, ke jalan-Mu yang lurus sampai akhir hayat.

Oleh karena itu penulis selalu bermohon kehadhirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa semoga di hari tua ini, penulis tetap dikaruniai kesehatan dan dapat memberikan manfaat bagi sesama. Ibarat dapat memberikan madu, bila aku merupakan sekumpulan lebah atau tawon. 

Kecuali itu, aku juga selalu bermohon kepada Engkau ya Allah semoga dijauhkan dari perbuatan yang dapat menyusahkan orang lain, keluarga, anak - cucu dan keturunannya. Semoga tulisan ini ada manfaatnya, bagi pembaca budiman dan anak - cucu. Insya-allah, amiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun