Baik dan buruknya seseorang tidak ditentukan oleh orang lain, melainkan ditentukan oleh diri orang itu sendiri. Oleh karena itu, sebagai penganut agama apapun agamanya, dan lebih-lebih beliau para penyampai risalah apapun sebutan dan predikatnya, apakah pemuka agama, ulama, kiai, ustad dan lain -- lain sebutan, mari diteliti kembali diri masing -- masing.Â
Dengan harapan agar dapat memahami dan mengerti dengan benar, apa makna yang terkandung didalam firman Allah, sehingga setiap penganut agama dapat menghindari berpikir melampaui kuasa Allah.
Bagaimana cara menghindari berpikir melampaui kuasa Allah? Caranya membaca Kitab Al Qur'an atau Kitab Suci dalam atau dengan bahasanya sendiri atau bahasa yang dimengerti, dari ayat pertama surat pertama sampai dengan ayat terakhir surat terakhir secara berulang - ulang dan tuntas, melalui roso pangroso.Â
Mengingat Al Qur'an mempunyai keunikan, satu ayat dalam surat tertentu, ada penjelasan lebih lanjut dalam ayat lain dalam surat yang sama atau dalam surat yang lainnya.
Hal ini penulis sampaikan karena pada dasarnya, sesama umat wajib saling ingat mengingatkan dalam berbuat kebenaran dan kebaikan (Surat Al Ashr). Mengapa? Ya karena sesungguhnya hidup manusia di atas dunia ini hanya sebentar, layaknya ungkapan bijak leluhur tanah Jawa yang mengatakan "urip nang alam ndonyo mung sedelo, paribasan wong mampir ngombe"Â ( Surat Al Marij ayat 4). Yang arti harfiahnya, hidup diatas dunia hanya sebentar ibarat orang singgah minum; Oleh karena itu mari hidup yang hanya sebentar ini, diisi dengan sepak terjang yang selalu mengedepankan kebenaran dan kebaikan kepada sesama.Â
Agar kapanpun dan dengan cara apapun Allah mewafatkan, kita wafat dalam keadaan berbuat kebenaran dan kebaikan. Karena ya hanya buah perbuatan baik dan benar inilah, yang dapat menyertai kembalinya seseorang ke sisi yang Maha Suci pada saatnya nanti; Dan bukannya hafal kitab suci.Â
Mari dikaji kembali surat Al Baqarah ayat 173. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa ( memakannya ) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak ( pula ) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Â
Dari ayat tersebut sesungguhnya telah ditunjukkan, jenis makanan apa yang diharamkan Allah untuk dimakan. Namun demikian, Allah pun masih memberi toleransi bagi siapa saja untuk memakannya, dan bahkan ditegaskan tidak ada dosa baginya, apabila dalam keadaan terpaksa;Â
Misal seseorang kehabisan bekal yang dibawa saat di tengah hutan, dan yang ada hanya babi. Sudah barang tentu daging babi ya dimakan, namun demikian harus dimasak terlebih dahulu dengan benar, agar benih penyakit atau bakteri jahat yang terkandung didalamnya mati sempurna, dan tidak menyebabkan sakit bagi yang memakannya.
Sangat disayangkan memang, pemahaman banyak orang tentang babi yang diciptakan Allah ini. Sejak penulis masih kanak-kanak hingga saat ini di usia lebih dari 70 tahun, pemahaman tentang binatang yang satu ini, masih sama dengan dahulu. Bahkan bukan hanya memakan daging babi yang diharamkan, tetapi justru babi dan uang hasil penjualan babi dikatakan haram.Â