Kepemimpinan Sakti Wahyu Trenggono sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan pada kabinet Merah Putih diharapkan dapat membawa perubahan signifikan dalam sektor kelautan dan perikanan Indonesia, terutama dalam konteks human security. Dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks, penting bagi "Om Treng," begitu kami biasa menyapanya, untuk merespons isu-isu krusial, seperti keamanan pangan, pembangunan berkelanjutan, perubahan iklim, konflik sumber daya, keamanan maritim, akses terhadap sumber daya, serta kesadaran dan pendidikan masyarakat.Â
Setelah kembali ditunjuk untuk menahkodai Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), setelah sebelumnya menjabat sejak 23 Desember 2020 hingga Oktober 2024 di era Presiden Joko Widodo, pria yang lahir di Semarang pada 3 November 1962 ini akan menghadapi tugas untuk menyelesaikan pekerjaan rumah terkait keberlanjutan sektor kelautan dan perikanan, yang menjadi salah satu fokus utama dalam agenda pembangunan nasional.
Dengan dua peraturan pemerintah (PP) yang lahir di masa kepemimpinannya, yakni PP Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT) berbasis kuota dan PP 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, langkah Trenggono telah menciptakan fondasi untuk kelestarian sumber daya ikan, sekaligus memberikan kesejahteraan bagi para nelayan.Â
KKP juga tengah menggenjot APBN melalui model budidaya nila salin di Karawang, Jawa Barat, serta pengembangan tambak udang di Waingapu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor perikanan tangkap yang terus naik, dari Rp 600 miliar pada 2020 menjadi Rp 1,63 triliun pada 2023, menandakan hasil positif dari langkah-langkah tersebut.
Di tengah arus perubahan, kami berharap Menteri Trenggono dapat mengadopsi misi SAKTI untuk menyongsong masa depan kelautan Indonesia yang lebih cerah. SAKTI yang dimaksud, ialah Sustainable Management menjadi langkah pertama yang diharapkan, di mana pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan dilakukan secara berkelanjutan untuk memastikan keberlanjutan ekosistem dan pasokan pangan bagi masyarakat.Â
Penurunan stok ikan akibat praktik penangkapan yang berlebihan harus segera diatasi melalui pengawasan yang ketat dan penerapan praktik perikanan berkelanjutan. Â
Selanjutnya, Access and Equity harus menjadi fokus utama untuk meningkatkan akses dan keadilan dalam pemanfaatan sumber daya perikanan bagi semua lapisan masyarakat, terutama komunitas kecil dan nelayan tradisional. Dengan adanya kebijakan redistributif, semua pihak dapat berpartisipasi secara adil dalam sektor perikanan.
Kami juga mengharapkan Knowledge and Awareness dapat ditingkatkan melalui program-program edukasi yang menjelaskan pentingnya praktik perikanan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan. Kesadaran masyarakat tentang isu-isu ini sangat krusial untuk mendorong perubahan perilaku dan pemahaman tentang keberlanjutan sumber daya laut.
Tidak kalah penting, Technology and Innovation harus didorong untuk mengembangkan dan menerapkan teknologi serta inovasi dalam sektor kelautan dan perikanan. Dengan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan, Menteri dapat membantu nelayan dan masyarakat pesisir beradaptasi dengan perubahan iklim serta meningkatkan produktivitas mereka.Â
Terakhir, Integrated Governance menjadi pendekatan yang esensial dalam mengelola sumber daya kelautan dan perikanan. Kami berharap Menteri dapat memfasilitasi dialog antara pemangku kepentingan untuk menciptakan solusi yang adil dan berkelanjutan, serta mencegah ketegangan yang dapat berujung pada konflik.
Dengan harapan dan dukungan masyarakat, kami percaya bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan dapat mengambil langkah-langkah strategis yang tidak hanya menjawab tantangan saat ini, tetapi juga meletakkan dasar yang kuat untuk masa depan kelautan dan perikanan Indonesia yang lebih baik.Â