Mohon tunggu...
Abdus Salam
Abdus Salam Mohon Tunggu... Pekerja Sosial -

Penikmat Buku dan Kopi Tubruk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perempuan dan Denyut Nadi Perubahan Sosial

15 September 2017   08:00 Diperbarui: 15 September 2017   08:44 971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Penikmat  Buku dan Kopi

Senja merona menyemburatkan warna indahnya sore itu. Terpaan angin  sejuk menambah suasana nyaman saat penulis berbincang-bincang santai dengan Ibu Sri Mardiana atau yang biasa dipanggil Bu  Cicik. Senyum ramah mengembang dibibir perempuan paruh baya ini. saat penulis bertanya sibuk bu? Ah tidak mas, hanya bantu-bantu tetangga yang ada acara 40 hari meninggal ujarnya. Saat berbincang-bincang dengan penulis Bu Cicik ditemani Suaminya yang juga relawan P2KP-PNPM. Ada juga BKM, sekretraris dan Ketua RT, keguyuban, keakraban semakin menghiasasi suasana itu. Inilah sepintas cerita ibu Cicik ketika memberanikan diri menjadi relawan dan aktif di PNPM. Bu Cicik  tidak ingin anggapan bahwa perempuan itu  lemah dan tidak berkontribusi dalam pembangunan menjadi takdir sejarah. Oleh karenanya ia memberanikan diri untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan PNPM

Seringkali stigma negative melekat terhadap seorang perempuan. Stigma sosial itu semakin mendapatkan tempatnya manakala ada pemahaman teologi yang parsial dimana seorang perempuan dianggap  mahluk subordinat setelah laki-laki.  Dalam doktrin sosial, perempuan identik dengan dunia domistik, kasur, dapur, sumur. Tiga mata rantai atau siklus inilah seolah yang melekat pada sosok perempun.

Stigma akut  terhadap perempuan itu terbantah manakala kita menemukan fakta  di lapangan. Sebut saja bu cicik, adalah relawan teraktif yang telah menghibahkan diri untuk kepentingan dan kemajuan masyarakat. Bu cicik adalah relawan P2KP mulai tahun 2005 sampai sekarang.  Bu cicik menceritakan kepada penulis bahwa menjadi relawan atau terlibat aktif dalam kegiatan sosial seperti P2KP atau PNPM itu bersenyawa dalam dirinya yang kebetulan menjadi kader posyandu. Perempuan yang beralamat di RT 1 Rw 2 Dusun Asem tunggal Desa Kalianget. Bu cicik adalah salah satu potret nyata bahwa keterlibatan perempuan, partisipasi aktif perempuan dalam pembangunan menjadi penting, karena perempuan itu lebih mudah diatur, perempuan itu lebih banyak bekerja atau aksi ketimbang rencana, perempuan itu lebih banyak menepati janji ketimbang  laki-laki, perempuan lebih bisa menata emosi ketika ada rapat atau pertemuan-pertemuan, berbeda dengan laki-laki yang banyak rencana dan banyak bicara dan miskin aksinya.

Penuturan Bu Cicik  ini seolah membuka kacamata kita kaum laki-laki yang selalu memandang sebelah mata terhadap perempuan. Perempuan seperti bu Cicik adalah sosok yang tak pernah lelah mendorong masyarakat di Desanya. Desa Kalianget Barat Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep dengan jumlah total penduduk 9.508 Jiwa dengan rincian jumlah ( PS 2) 1.188 KK  2376 Jiwa dari 3015 KK  penduduk dewasa berjumlah 7.486 Jiwa jumlah perempuan  sebesar 4.853 Jiwa dan Jumlah penduduk Dewasa Laki-laki berjumlah 2633 Jiwa. Dan 33 RT  dan 4 RW, Desa Kalianget Barat ini berjarak tempuh sekitar 10 Km dari  Kota Kabupaten. Saat penulis menemui dikediamannya,tidak ada kesan capek dan bosan menjadi relawan PNPM, bahkan lebih ekstrim, ia menuturkan bahwa perubahan sosial berawal dari perempuan, karena perempuan adalah sosok ulet, sabar dan penuh dedikasi.

Partisipasi dan sikap suka gotong royong bagi perempuan itu tidak hanya cerita belaka, terbukti manakala ada kegiatan infrastruktur, keterlibatan perempuan di Desa Kalianget Barat manjadi contoh nyata yang abash adanya. Bahu membahu dan bekerjasama diantara perempuan tidak hanya masalah kegiatan sosial seperti pemberi makanan tambahan dan kegiatan pinjaman ekonomi bergulir. Lebih dari itu kehadiran perempuan yang digawangi oleh Bu Cicik  terlibat aktif dalam kegiatam fisik, banyak perempuan yang berjubel-jubel dengan semen, pasir, mengangkat batu bata dan Corcoran. Hal itu dilakukan semata-mata untuk kemajuan desanya. Tidak mungkin terjadi perubahan yang besar tanpa dimulai dari yang kecil, itulah penuturan dan angan-angan Ibu Cicik

Tentu, cerita, mimpi dan harapan bu cicik tidak hanya mimpi dan pepesan kosong semata, banyak kiprah perempuan yang banyak diapresiasi karyanya. Indar Mastuti  wanita yang menginspirasi dunia khususnya Indonesia.  Melalui Komunitas atau groupnya Indar Mastuti menjadi pelopor kaum perempuan khususnya ibu-ibu rumah tangga yang seringkali dilekatkan dengan pekerjaan dapur. Indar Mastuti membantah dan memprotes stigma negatif terhadap kaumnya itu yang dinilai mahluk tidak kreatif dan inspiratif. Melalui Group Ibu-Ibu Doyan Nulis ( IIDN) dan Ibu-ibu Doyan Bisnis (IID) Indar  Mastuti mendapat apresiasi. Ia menjadi finalis Kusala Swadaya tahun 2011, menjadi pemenang  II Wirausaha Muda Mandiri 2011, pada tahun 2012 Indar Mastuti menjadi perempuan terinspiratif versi Majalah Kartini dan pada tahun yang sama meraih Kartini Awward dan menjadi Finalis Wanita Wirausaha dan menjadi pemenang utama Sekar Womenpreneur ( baca Zalora your Fashion.online)

Perempuan tidak hanya ibu, perempuan tidak hanya bisa hamil, melahirkan dan menyusui. Hanya orang yang memiliki pemikiran  dangkal dan jumud yang seringkali memposisikan perempuan tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkah jika kita mau  jujur Islam agama pertama yang membebebaskan kaum perempuan dari eksploitasi budaya dan sosial yang segragatif. Perempuan adalah potret dunia kita, tidak berlebihan bahwa perempuan adalah  pemilik sumbu peradaban. Dunia akan memiliki peradaban jika menempatkan perempuan secara beradab  bukan biadab. Tidak heran dalam bahasa teologi perempuan dinilai sebagai penyaga negeri ( annisa iebadul bilad). Maka jika penyangganya beradab, maka negeri ini memiliki peradaban, tetapi jika perempuannya tidak memiliki peradaban maka negeri ini akan biadap dan perempuan akan ditulis dalam tinta sejarah sebagai penyokong terbesar dalam kelamnya peradaban dunia.

Kiranya, kita tahu siapa Muhammad Yunus ( Baca Bank Kaum Miksin. 2007: hal 71)  Profesor Ekonomi pemenang Nobel perdamaian 13 Oktober tahun 2006 itu dengan berbagai karyanya Creating A World Without Povertymenjelaskan bahwa dunia bebas dari kemiskinan bukanlah tidak mungkin. Bahkan  setelah bukunya terbit pada tahun 2007  yang berjudul Bank kaum Miskin. Muhammad Yunus dan Grameen Bank seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. dalam bukun Bank Kaum Miskin ( Grameen Bank).Yunus mengeksplorasi hasil temuan dan analisisnya bahwa perempuan memiliki peranan penting dalam meningkatkan dan mempercepat kesejahteraan keluarganya ketimbang laki-laki. Perempuan lebih jauh memandang kedepan dan bekerja keras untuk membebaskan diri dan keluarganya dari jerat kemiskinan. Perhatiaanya lebih besar dalam menyiapkan kehidupannya lebih baik bagi anak-anaknya dan perilakunya lebih konsisten disbanding laki-laki. Ketika seorang ibu dari keluarga miskin mulai memperoleh pendapatan, impian dan keberhasilan selalu terpusat disekitar  anak-anaknya. Prioritas kedua seorang perempuan adalah rumah tangganya,dia ingin membeli perkakas rumah tangga, memperbaiki rumahnya atau membeli tempat tidur untuk diri dan keluarganya. Laki-laki memiliki perioritas yang berbeda, ketika seorang bapak dari keluarga miskin memperoleh pendapatan lebih dia memusatkan perhatian pada dirinya sendiri, karenanya uang yang masuk kerumah tangga melalui perempuan lebih bermanfaat bagi keluarga secara keseluruhan.

Fakta di atas tentu menginspirasi kita semua, bahwa peran dan kiprah kaum perempuan dalam konteks perubahan sosial dan kesejahteran menjadi fakta sejarah yang tidak bisa ditampik. Dunia dan perempuan ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Keterlibatan perempuan dalam kemajuan pembangunan dan perubahan sosial tidak sekadar agenda semata, tetapi nyata dalam dunia kita, perempuan hadir di sekeliling kita. Kiranya menjadi tantangan  serius mendorong perempuan sebagai kunci perubahan sosial dan kemajuan masyarakat. Sudah saatnya perempuan tampil di ruang publik( public sphare) tanpa mengabaikan kodratnya sebagai perempuan.

Akselerasi perubahan akan semakin nyata dan terasa jika perempuan tampil dan meruntuhkan mitos dan doktrin bahwa perempuan adalah mahluk lemah, miskin prestasi dan tidak bisa berbuat apa-apa. Kiranya kita harus bercermin dan belajar banyak kepada Malala Yousafsai seorang remaja Pakistan berusia 15 tahun. Di usianya yang belia ia sudah menjadi ikon internasional dalam dunia pendidikan bagi anak perempuan. Sejak tahun 2009, ketika masih berusia 11 tahun dia sudah berani berbicara mengenai pentingnya pendidikan bagi anak perempuan , ia tidak gentar terhadap kelompok Taliban Pakistan yang melarang pendidikan bagi perempuan di negerinya. Meskipun dilarang dia tetap nekat pergi kesekolah . pada tahun 2012 Yousafzai menjadi korban percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok Taliban. Dia ditembak dibagian kepala ketika pulang sekolah , beruntung nyawanya selamat, karena keberaniannya Yousafzai mendapatkan Nobel Peace Prize termuda dalam sejarah ( Kompas.com.2/9/13)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun