Assalamualaikum wr. wb.
Salam hormat buat pendidik Indonesia.
Diakui atau tidak, dunia pendidikan kita saat ini telah berada pada titik nadir yang mengkhawatirkan. Derasnya arus yang degradatif terhadap rasa kesetiakawanan sosial pada umat manusia di jaman ultra modern ini, meninggalkan bekas yang sungguh tidak nyaman untuk dikenang. Hal yang mencemaskan itu, tak urung terjadi juga dalam dunia pendidikan kita. Banyak hal yang memiriskan hati, terjadi di tengah dunia pendidikan, dan di antara para pendidik dan juga peserta didik.
Sifat mulia yang dahulu diteladankan para founding father kita, kini seolah telah lenyap dikikis sang waktu. Nyaris tidak ada lagi rasa senasib sepenanggungan, seiring sependeritaan. Telah pula sirna cahaya azasi hati untuk saling menyayangi, menghormati, dan melindungi.
Dalam dunia pendidikan, kisah nan tak indah ini dibuktikan dengan seringnya kita mendengar berita tentang pelajar dan mahasiswa yang tawuran. Sampai jatuh korban. Seringkali hanya karena persoalan yang sepele.
Beberapa hari yang lalu kita lagi-lagi mendengar kisah pilu, tentang tewasnya seorang murid sekolah dasar, yang diduga dikeroyok oleh teman-temannya.
Jelas tergambar, bahwa degradasi moral dan lunturnya rasa kesetiakawanan tengah melanda anak-anak kita. Hingga sebuah nyawa pun tak lagi ada nilainya.
Semua itu tentu saja tak akan terlepas dari tanggung jawab kita selaku pendidik Indonesia, pendidik dunia.
Dapat juga diduga, bahwa merosotnya akhlak dan hilangnya rasa saling menyayangi di hati para anak didik, juga merupakan bias dari minimnya suri tauladan yang diberikan kepada anak-anak kita. Baik pendidik, orang tua serta lingkungan hidup peserta didik, kini tak lagi memberikan kontribusi yang cukup untuk menciptakan sebuah ruang lingkup yang sehat. Nyaris tak ada lagi contoh dan ketokohan yang mumpuni mengawal tumbuh kembangnya budi pekerti yang luhur di dalam hati para generasi penerus bangsa ini.
Khusus kepada sahabat-sahabat, pendidik Indonesia, sudah saatnya kita bercermin. Membaca dan merunut kembali mandat mulia yang diberikan Tuhan kepada para pendidik. Bahwa pendidik wajib saling menyayangi, menghormati, menjaga, melindungi dan membina sesama pendidik, terlebih lagi kepada peserta didik.
Interaksi positif di antara sesama pendidik, yang menjadi tontonan setiap hari para anak didik, tentu akan menumbuhkan kekaguman di hati mereka. Kemudian, tak sulit bagi anak didik untuk mengambil sisi indah tontonan yang dilihatnya, yang kelak pasti akan menjadi tuntunan bagi pembentukan moral akhlakul karimah.
Tak bisa disangkal lagi, bila ada ujar-ujar yang mengatakan ketika guru kencing berdiri, maka murid akan kencing berlari; dan pameo itu akan berlaku sepanjang masa.
Tunjukkanlah rasa setia kawan itu. Tauladankanlah kemuliaan itu. Tinggikanlah adab itu, karena pangkal ilmu adalah adab.
Para pendidik Indonesia, jangan pernah lupa untuk menghormati anak didik kita. Mereka juga punya hak atas sebuah kehormatan. Menghargai mereka, berbagi dengan mereka, tekun mendampingi mereka dalam suka dan duka, adalah modal awal agar para pendidik mendapatkan tempat yang agung di hati para anak didik.
Betapa pun, Anda adalah ‘yang digugu dan ditiru’. Saat orang tualalai karena fana mengais rejeki daki dunia, ketika lingkungan sudah berubah menjadi jalan neraka, dan di masa para pemimpin tak lebih baik ketimbang badut, atau ketika ulama malah rebutan lahan, maka guru adalah benteng terakhir pembentuk moral generasi selanjutnya.Jika benteng ini juga ikut runtuh, maka menangislah arwah para pendiri bangsa besar ini. Sia-sia mereka meregang nyawa sebagai tawanan penjajah, tak ada ladi arti mereka disiksa dan dihina beratus tahun lamanya.
Siapakah yang akan memberi arti bagi tulang-tulang yang berserakan itu, ketika sebuah generasi harus hilang ditelan nestapanya zaman?
Sahabat pendidik Indonesia, mungkin terlalu berat tanggung jawab yang kini ada di pundak para sahabat, berbanding dengan penghargaan yang sahabat dapatkan. Namun,tetaplah berbesar hati. Harus ada yang menjadi martir, harus ada yang menjadi pejuang tak kenal lelah. Berjuang di belantara kemunafikan, bertarung di lembah kemiskinan, demi memerangi kemiskinan itu sendiri. Kemiskinan akhlak dan kehilangan jati diri.
Berikanlah yang terbaik, yang sahabat bisa. Jangan berhenti atau berkeluh kesah. Yakinlah, seratus tahun ke depan, akan ada sebaris kata yang ditulis oleh anak bangsa dengan tinta emas :
‘Ketika sebuah bangsa akan runtuh, para gurulah yang datang dan memberikan bahunya untuk menopang, dan karena itu, hari ini kita masih ada’.
***
Muhammad Isnaini a.k.a Bang Pilot
Wartawan Surat Kabar Tumpas.
Penulis pada Kompasiana.com
Sekretaris sebuah LSM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H