Hari ini aku akan berangkat ke Riau. Tepatnya ke Baserah, lewat Taluk Kuantan. Sebuah daerah yang masih terpencil, jarang ada manusia dan susah sinyal seluler.
Dari tempatku, hanya ada satu unit bus yang berangkat ke sana dalam satu hari, yakni bus PMH Lintas Kasih. Lama perjalanan sekitar 18 jam, dengan ongkos sebesar Rp.230.000,- per orang.
Berkebun jauh dari rumah memang memiliki tantangan tersendiri. Selain biaya transportasi, lamanya waktu yang dihabiskan di dalam bus juga cukup terasa membosankan. Namun karena keinginan yang kuat untuk mengembangkan tanaman aren, asam gelugur dan durian kani, mau tak mau harus menguatkan hati juga.
Buat aku, bus ber AC atau tidak, tidaklah menjadi masalah. Asal ada toiletnya. Yang menjadi masalah adalah awak bus yang memutar lagu keras-keras sepanjang perjalanan, tak peduli sudah larut malam. Manalagi lagu yang diputar genrenya itu-itu saja, lagu daerah yang tak kutahu arti liriknya, dan tak kusukai.
Disiksa oleh musik yang bikin judeg sepanjang perjalanan, aku jadi teringat pada kebiasaan para sipir penjara Guantanamo yang suka menyiksa para tahanan dengan memutar lagu-lagu cadas milik Gun’s n Roses, Red Hot Chili Pepper dan West Life (??). Aku juga merasakan hal yang sama, tersiksa dengan bunyi yang tak kusuka.
Harusnya, awak bus memperhatikan juga kepentingan para penumpang. Penumpang mau istirahat, mau tidur, mau menelepon, jangan sampai terkendala akibat bunyi musik yang levelnya berlebihan itu.
Kalau pun mau memutar musik, pilihlah genre musik-musik yang dapat diterima semua kalangan, misalnya lagu-lagu dari Panbers, The Mercy’s, Nia Daniati, Chrisye, Pance Pondaag, Ita Purnamasari, dan sekelasnya. Volume musik juga janganlah keras-keras, dan saat sudah larut malam, musik harus dihentikan. Kalau pun supir mau berteman alunan indah selama menjalankan tugasnya, bisa hidupkan hanya speaker yang ada di dekatnya.
Kenyamanan penumpang bus harusnya menjadi prioritas utama. Jangan sampai bus jadi serasa penjara Guantanamo.
Â
Foto dokpri. Diambil di Simpang Kampar, Kuansing, Riau. Iya, jalannya pasar tanah berbatu, bukan pasar aspal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H