Mohon tunggu...
Bang Pilot
Bang Pilot Mohon Tunggu... Konsultan - Petani, penangkar benih tanaman, konsultan pertanian.

Nama asli : Muhammad Isnaini. Tinggal di Batu Bara, Sumut. Hp/wa.0813 7000 8997. Petani dan penangkar bibit tanaman. Juga menjadi konsultan pertanian lahan gambut. Pemilik blog : http://bibitsawitkaret.blogspot.com/ . Menulis apa saja yang bisa bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kembali Berjihad Bersama Mujahidin Afganistan

29 Juli 2014   00:30 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:58 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Kembali Berjihad

cerbung karya Bang Pilot.

Belum lima tahun kembali ke tanah air, aku sudah didera rasa bosan yang berkepanjangan. Setiap detik di Indonesia kulalui dengan perasaan mual ingin muntah.

Aku mual melihat bagaimana suburnya korupsi tumbuh di kalangan pejabat negeri, aku muak melihat bagaimana naifnya rakyat bangsaku ini memilih pemimpin tanpa melihat buruk baiknya kelakuan sang politisi dan orang-orang di sekitarnya. Aku juga kesal mengetahui bahwa orang-orang sebangsaku ini begitu mudahnya terpapar dan termakan propaganda murahan yang bernama pencitraan. Pencitraan para politisi busuk, yang setelah berkuasa lalu pekerjaannya adalah mengais tumpukan tubuh kurus melarat lalu memakan bangkai saudaranya sendiri.

Sehabis Idul Fitri ini, aku berencana untuk kembali ke medan areaku. Tempat dimana aku bisa merasa benar-benar hidup. Berjalan dengan gagah tanpa kemunafikan. Mengenakan jubah panjangku, aku makan dan minum di antara desingan peluru dan dentuman ledakan. Atau lari tunggang-langgang menghindari siraman bom napalm dari para kafir penjajah. Berperang dengan gagah berani bagaikan singa gurun di siang hari, beribadah penuh khusyuk bagaikan para sufi di malam hari.

Dulu, aku lama di Kandahar, Afganistan. Berjuang bersama saudaraku sesama pejuang Taliban, berperang melawan tentara pemerintah Afganistan yang tunduk di bawah kaki presiden Hamid Karzai. Hamid Karzai sendiri sebenarnya adalah seorang boneka, boneka jahat yang notabene sudah menjadi budak para penguasa kafirun, pemerintah Amerika Serikat laknatullah.

Saat itu, aku berada di Al Furqoh(divisi) Al Qubra, di bawah pimpinan Emir Syaiful Ratab, salah satu perwira utama Amirul Mukminin Mulla Muhammad Umar Mujjahid.

Aku termasuk salah satu mujahid yang ikut menyerang penjara besar di pusat kota Kandahar, tahun 2008. Dan saat itu kami berjaya membebaskan lebih dari 400 saudara kami yang ditahan di penjara terkutuk itu. Dalam operasi yang diberi nama sandi Taufan Al Lahab itu, sekitar 50 orang polisi dan tentara penjaga penjara berhasil kami kirim ke pengadilan alam barzakh. Aku masih ingat saat Kepala Penjara, Abu Mehmed Ramdhan, terkencing-kencing di celana memohon pengampunan, lalu sebutir peluru dari laras AK74 milikku melubangi keningnya dari jarak hanya sejengkal. Otak kotornya berhamburan di lantai, tubuhnya kelojotan. Aku kembali menghadiahkan sebutir peluru lagi ke arah jantungnya, agar ia tak terlalu lama bersikap menjijikkan di hadapanku.

Kami menyebut aksi itu sebagai sebuah pesan kepada komandan NATO, Jenderal Stanley McChrystal. Pesan agar ia dan kambrat-kambratnya segera angkat kaki dari bagian bumi Allah ini. Kami juga mengatakan, tujuan berikut adalah merebut kembali Kandahar seutuhnya, yang sebagiannya sudah lama kami jadikan kubu utama perjuangan mujahid Taliban.

Esok harinya, defille pasukan kami disambut meriah rakyat Kandahar. Kemenangan kami membebaskan para rekan mujahid kembali menegakkan semangat hidup mereka yang selama ini tertindas oleh kekejaman pasukan NATO pimpinan Amerika Serikat.

Takbir menggema, shalawat Nabi berkumandang, letusan peluru hampa sambung menyambung.

Ibu-ibu dan para gadis berebutan memberi kami roti dan manisan, disaat mereka sendiri sebenarnya sangat kekurangan. Hal ini membuat sebagian besar dari kami menangis. Begitu besar kecintaan rakyat Kandahar kepada perjuangan kami, perjuangan membebaskan negeri gersang penuh sejarah berdarah ini dari cengkeraman para penjajah bertopeng malaikat.

Kami lalu menghantarkan para mantan tawanan itu ke markas kesehatan Taliban di Razaq Al Ba’i, sebelah tenggara kota Kandahar. Sebagian besar para tahanan terluka dan lemah, akibat penyiksaan keji tentara Afganistan dan tentara NATO. Beberapa diantaranya malah sudah menjadi gila, karena tak tahan disiksa dan dihinakan siang dan malam. Keadaan mereka sungguh menyedihkan.

***

Tak lama setelah penyerangan itu, aku dikirim ke Mindanao atas permintaan pimpinan

wilayah Al Qaeda ke 6, Syaikh Omar Syahid Al Madinah. Ia membawahi wilayah Asia Tenggara dan Australia. Ia adalah teman dekat Abu Sayyaf, pemimpin pejuang Islam Moro.

Tugasku melatih para pejuang Moro di Phipines Selatan itu. Di sana aku bertemudengan Abu Musa Al Kediri, Umar Patek, Dulmatin dan Ali Imron. Aku yang mengajari mereka merakit bom. Spesialisasiku memang di bidang explosive dan detonator. Aku terbiasa merakit bom berbahan dasar Black Powder, TNT, Semtex sampai dengan yang berbahan baku RDX. Aku adalah sedikit dari anggota Bombing Squad dari Kandahar yang belum mati karena bom yang kurakit sendiri. Kau tahu, setetes keringat yang jatuh ke rakitan bom yang sedang kau kerjakan, dapat mencabut nyawamu seketika.

Saat terjadi serangan bom Bali 1 dan 2, aku sudah kembali ke Mosul, Irak. Di sana aku mendapat tugas khusus, mengembangkan bom mobil. Tak lama di Mosul, aku mendengar Al Amir Al Mujjahid Imam Usamah bin Ladin tertangkap lalu dieksekusi tentara Amerika Serikat laknatullah.

Aku cukup terpukul. Kesedihanku mendalam. Kelemahlembutan dan sikap penuh kasih sayang dari Sang Imam Besar, Panglima Para Syuhada, Pelindung Muslim yang Lemah, Ujung Pedang Rasullullah SAW, selalu terlintas di benakku.

Dalam kesedihan itu, aku berniat untuk menuntut bela, membalas perbuatan jahat tentara NATO. Aku berencana akan merakit sebuah mega bom mobil, yang akan kubawa dan kuledakkan sendiri ke depan kantor perwakilan NATO di Baghdad.

Namun penasehat spiritualku,  Syaikh Abu Dawwam Rahmatullah melarangku. Gulbuddin Hekmatyar bahkan sempat menelponku secara khusus dari markas besar Hezbi Islami di sebuah tempat rahasia di Afganistan, memintaku agar aku membatalkan niat itu. Keahlianku masih sangat dibutuhkan, untuk mendidik dan mencetak mujahid-mujahid baru yang pakar di bidang explosive. Gulbuddin Hekmatyar pernah menjadi ayah angkatku, saat aku masih mejabat sebagai perwira pertama di kesatuan laskar martir Hezbi Al Islami yang dipimpinnya.

bersambung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun