Â
Dari sekian banyak para pembeli bibit aren di penangkaran bibit UKM Tani Muda, Petatal, Batu Bara, Sumut, sebagian besarnya adalah para PNS dan anggota TNI. Diantara para PNS, ada yang bertugas sebagai polisi, sipir, jaksa, guru dan pegawai pemda.
Alasan mereka memilih bertanam aren adalah karena tanaman ini akan memberikan hasil yang banyak, sementara untuk mengurusnya tidak membutuhkan waktu dan perhatian yang banyak. Paling-paling hanya pemupukan dan pengendalian gulma yang cukup dilakukan setiap enam bulan sekali. Jadi, dengan bertanam aren, mereka bisa tetap fokus melakukan pekerjaan utamanya. Dan jika tiba saatnya, hasil yang melimpah akan masuk ke pundi-pundi mereka, nyaris untuk seumur hidup. Pemilik kebun aren bisa terus menerus menikmati hasil dengan melakukan peremajaan sistim plant inter planting. Cara ini sudah jamak dilakukan oleh para pekebun sawit kelas menengah dan besar.
Konsumen kedua terbesar yang membeli bibit aren tadi adalah para pedagang. Mereka yang dapat dikatakan sebagai mahkluk super sibuk di bumi ini, jelas tak punya waktu untuk mengurusi kebun miliknya. Jadilah menanam aren merupakan pilihan terbaik, karena tanaman satu ini terkenal bandel , mudah tumbuh, sulit untuk mati dan nyaris tak mengenal hama serta penyakit.
Bagi PNS dan pedagang yang kebetulan memiliki orang kepercayaan di lapangan, umumnya mereka akan menanam aren yang ditumpangsarikan dengan pepaya, singkong, atau lada. Bagi yang tak memiliki orang jujur yang dapat dipercaya mengelola kebun, maka sebaiknya cukup menanam aren saja. Karena menurut pengalaman, jika hanya mengandalkan uang, maka yang terjadi adalah uang habis, tanaman tak berhasil.
Akan halnya petani murni, agak jaranglah mereka membeli bibit aren untuk ditanam sendiri. Masa tunggu produksi aren yang mencapai tujuh tahun adalah terlalu lama buat sebuah periuk yang setiap hari harus mengepul. Petani murni biasanya memilih untuk bertanam tanaman yang cepat menghasilkan uang, semisal padi, jagung, singkong, sayuran dan lainnya.
Di satu sisi mereka akan mendapatkan uang dengan cepat, tetapi di sisi lain para petani itu sulit untuk melakukan perubahan. Hal ini disebabkan karena umumnya petani kita hanya menguasai lahan yang sempit dan kesuburannya terbatas. Lahan turun temurun yang sudah ditanami puluhan bahkan ratusan kali itu sudah lama kehilangan unsur hara pentingnya. Yang tersisa hanyalah tanah gersang bertopeng kesuburan ala pupuk kimia. Lahan yang sempit dan kurang subur tadi akan memberikan hasil yang sedikit. Hasil yang tak cukup untuk sekedar bertahan hidup. Hal itu pulalah yang dianggap sebagai biang keladi makin berkurangnya peminat pertanian di Indonesia.
Lahan pertanian berubah fungsi. Jadi pemukiman dan area industri. Setelah terpaksa menjualnya, para petani kini menjadi buruh harian lepas. Menjadi kuli kontrak berstatus miskin di negerinya yang kaya raya ini. Sebagian lagi menjadi pengangguran. Melewati dinginnya malam sambil mengkeret menahan lapar. Mewarisi esok yang sunguh tak pasti.
Seandainya pemerintah peduli, tentu pemerintah akan menanam kembali 20 juta hektar hutan yang sudah terlanjur dibabat gundul dan dirusak oleh para cukong pemegang HPH. Menanamnya dengan tanaman aren. Yang akan menghasilkan gula aren, gula semut, ijuk, kayu, tepung pati, ethanol, bio methanol dan alkohol farmasi.
10 juta hektar kebun aren itu diberikan kepada 20 juta keluarga rakyat miskin. Setengah hektar kebun aren yang telah berproduksi sudah lebih dari cukup untuk menghidupi sebuah keluarga beranggotakan lima orang. Sisanya yang 10 juta hektar hasilnya diambil oleh negara untuk membayar hutang luar negeri pemerintah, dan membiayai gaji para penyelenggara negara, hingga pajak tak perlu lagi di tarik dari rakyat.
Berapa banyakkah hasil yang diberikan oleh satu hektar kebun aren?