Mohon tunggu...
Bang Pilot
Bang Pilot Mohon Tunggu... Konsultan - Petani, penangkar benih tanaman, konsultan pertanian.

Nama asli : Muhammad Isnaini. Tinggal di Batu Bara, Sumut. Hp/wa.0813 7000 8997. Petani dan penangkar bibit tanaman. Juga menjadi konsultan pertanian lahan gambut. Pemilik blog : http://bibitsawitkaret.blogspot.com/ . Menulis apa saja yang bisa bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kamerawan Leler di Acara Soegeng Sarjadi Syndicate TVRI

15 April 2014   07:10 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:40 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13974953961297510788

Baru saja selesai acara bincang politik ‘Soegeng Sarjadi Syndicate’ di TVRI malam ini. Digawangi oleh seorang pengamat politik sepuh, siapa yang tak kenal Soegeng Sarjadi.

Ada empat nara sumber yang hadir. Mereka semua adalah para punggawa pengawal demokrasi di Indonesia. Sebut saja Budiarto Shambazy, wartawan senior Kompas. Ada juga Bambang Harimurti, dedengkot Tempo. Di sebelah kiri ada Christianto Wibisono, seorang pengamat politik yang juga Kompasianer. Yang terakhir adalah Dr.J.Kristiadi, peneliti senior CSIS.

Di akhir acara, dapat disimpulkan bahwa mereka berlima sepakat untuk tetap menulis, bersatu melawan politik oligarkhi. Politik bagi-bagi kue kekuasaan.

Naluri dan tanggung jawab mereka sebagai wartawan dan penulis, mengharuskan mereka untuk tetap berpihak kepada rakyat. Karenanya, sebagai salah satu elemen penyokong demokrasi yang beradab, mereka berjajni akan tetap berpadu melawan politik bagi-bagi kursi kabinet di pemerintahan, atau koalisi cari untung.

Kelimanya sadar, bahwa kelakuan politisi yang sering mengutamakan upaya ‘balik modal’ daripada memikirkan dan membela rakyat, harus terus menerus dikritik dengan cara diangkat di media massa.

Acara yang dibesut oleh TVRI itu memang bagus, iklannya sedikit dan nara sumbernya sangat sopan dan saling menghargai. Tidak ada nara sumber yang rebutan bicara, saling menyalahkan, mengkritik secara berlebihan apalagi memaki-maki. Beda jauh dengan acara serupa yang kita lihat di TV swasta. Di TV swasta, sering terjadi, dalam satu saat ada dua tiga pembicara yang ngotot bicara dengan nada tinggi dan sangat bernafsu untuk menang sendiri. Dan pembawa acara terkesan membiarkan kekacauan ini.

Bravo TVRI !

***

Namun, ada sedikit hal yang mengganggu. Kamerawan yang kurang profesional!

Sebagai kamerawan amatir yang punya jam terbang 10 tahun lebih, saya paham betul bagaimana cara mengambil gambar yang baik, sehingga nyaman untuk ditonton. Sudut pengambilan, detail, fokus, balancing, dan komposisi gambar adalah prioritas yang harus selalu dijaga mutunya.

Namun hal itu malam ini sepertinya kurang menjadi perhatian salah satu dari tiga kamerawan yang bekerja pada acara tersebut.

Saat gambar goyang, bergetar, dan menyorot bidang yang tak perlu untuk pertama kalinya, saya masih maklum. Apalagi durasinya tak terlalu lama. Cuma sekitar 1-2 detik. Tetapi saat hal yang sama terulang untuk yang kedua kalinya, maka hal ini sudah perlu dikritik. Apalagi acara ini disaksikan oleh jutaan penonton.

Sejatinya, kamerawan studio jauh lebih enak kerjanya dibanding kamerawan lapangan. Kamerawan studio bekerja di tempat yang tetap, dalam ruangan berpendingin udara, mendapat bantuan pencahayaan yang terukur, kamera bertengger di atas tripot bukannya di bahu, layar monitor yang lebih besar dan nyaman, tidak berdesak-desakan, tidak terancam misalnya oleh lemparan batu demonstran, dan seabrek lagi kelebihan.

Karena itulah, saat tayangan gambar acara yang diambil dari dalam studio menjadi goyang atau bergetar, gambar blur atau tidak fokus, arah syut leler atau menyorot ke sana ke mari tak menentu, duduk kamera tidak rata hingga gambar miring, maka kesalahan kamerawan sudah nyaris tak termaafkan.

Saya sendiri pernah tak dapat menahan diri untuk tak membentak kamerawan asuhan saya yang sering kurang jeli mengambil sudut syuting. Jika saja kesalahannya sampai sebanyak kesalahan kamerawan TVRI tadi, saya mungkin tak tahu lagi apa yang harus saya katakan.

Belum lagi jika kita harus menjadi kamerawan intai, yang mengambil gambar dari tempat tersembunyi, berjarak ratusan meter dari objek, menunggu berjam-jam hanya untuk satu moment yang krusial, hanya menggunakan handycam dan tripot mini, di bawah terik matahari atau guyuran hujan, dan kalau gagal bisa nyawa taruhannya. Misalnya saat mengambil gambar tersembunyi kelakuan petugas yang pungli di jembatan timbang dephub, atau pungli oknum polisi.

Kamerawan studio itu tak ada apa-apanya dibandingkan mereka yang terjun ke lapangan. Jadi, jangan membuat kesalahan yang sungguh tak perlu.

ilustrasi :

http://photos-d.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-prn2/t1.0-0/q71/c0.69.960.562/s480x480/1508002_1412900122290766_626809539_n.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun