[caption caption="Tanaman singkong usia muda yang mengelami kekeringan akibat kemarau. FB-GAPESI"][/caption]Menilik sharing teman-teman di grup FB GAPESI (Gabungan Petani Singkong Indonesia) dan di beberapa grup FB yang membahas dunia persingkongan lainnya, ada yang mengaku hanya panen 20 ton umbi segar per hektar per musim tanam. Ada juga yang mengaku mendapat hasil 100 ton dengan luasan lahan yang sama. Bahkan, ada yang sampai 137 ton!
Mengapa sampai ada gap yang begitu jauh dalam hal range tonase produksi umbi segar bahan baku pembuatan tepung tapioka ini?
Sebenarnya, dapat hasil ‘hanya 20 ton saja’ itu, bukanlah sebuah kegagalan. Kami menganggapnya lebih sebagai ‘tangga’ untuk mendapat hasil yang lebih baik nantinya. Intinya, jadi petani harus mau belajar. Dan lahan pertanian adalah guru terbaik. Belajar dari teman yang sudah berhasil, juga akan mempercepat petani memahami bagaimana sebenarnya teknik budidaya singkong yang paling baik dilahannya. Karena, lain lahan lain karakteristik tanah dan cuaca, lain pula jenis singkong yang ditanam. Bila jenisnya sudah lain, maka tentu saja teknik bertanamnya akan sedikit berbeda.
Buat petani bermodal besar, tentu banyak kesulitan akan bisa diatasi jika mau menyewa jasa konsultan pertanian. Tapi bagi petani kelas gurem, sudah beruntung jika bisa belajar dari sharing dan diskusi sesama petani, Â lewat dunia maya.
Berikut adalah kesalahan-kesalahan umum yang sering dilakukan petani singkong pemula, hingga hasil panennya tak seindah harapan.
1. Menanam singkong di musim kemarau.
Bertanam tanaman apapun, sebaiknya hindari mulai menanamnya di musim kering, kecuali sanggup menyiramnya. Tanamlah singkong di awal musim penghujan. Karena jika dimulai di musim kemarau, maka stek tanaman akan banyak yang mati. Jika berhasil tumbuh, maka akan mengalami kekurangan air, karena akarnya masih belum banyak dan belum cukup panjang menghujam untuk mencari kandungan air tanah.
Tanaman singkong yang mengalami kekurangan air di masa muda, akarnya sulit berkembang menjadi umbi, meski pun kemudian mendapatkan cukup curah hujan. Â Karena itu, tanamlah singkong di awal musim hujan, dan panenlah setelah 11 bulan kemudian. Pengolahan tanah dianggap makan waktu 1 bulan. Sehingga musim tanam berikutnya juga di awal musim penghujan. Jika terjadi perubahan musim, misalnya akibat el nino, maka ikuti saja perubahan itu.
2. Menanam singkong di areal banjir.
Singkong jenis apapun, tidak tahan terhadap genangan air, atau tanah yang terlalu basah. Akar dan umbinya akan membusuk jika terendam air 3 hari saja. Lahan yang terlalu basah juga rentan menyebabkan serangan jamur upas, yang menyerang akar dan umbi singkong. Karena itu menanam singkong di lahan rawa, sawah rendah atau di lahan gambut basah, sebaiknya dihindari. Kecuali genangan air dapat diatasi dengan membuat parit tulang ikan, misalnya.  Â
3. Menanam singkong di tanah berbatu-batu.