Putra dan Bagus terjaga dari tidurnya. Rumah mereka terasa bergoyang diikuti suara krek kreek. Seketika keduanya membuka pintu depan lalu melangkah terhuyung ke luar. Dengan mata yang masih belut karena baru bangun tidur, mereka melihat sebuah pemandangan dahsyat hanya beberapa meter di depan mereka.
Putra langsung jatuh berlutut. Nyalinya ciut jadi sebesar butir kacang ijo. Ia pun lalu memohon-mohon dengan suara penuh ketakutan, meminta agar jangan diganggu. Air matanya sampai jatuh bercucuran, dengan perasaan seolah nyawanya mau terbang.
Bagus lebih parah. Kakinya langsung jadi seperti tak bertulang. Ia jatuh terduduk, lemas tak berdaya. Rasa takut yang tiba-tiba menyergap di pagi buta itu, membuat Bagus down total. Ia bahkan sampai terkencing-kencing dalam celana. Tenggorokannya tercekat tak mampu bersuara.
Dua sosok Bagodang yang mereka takuti dan mereka minta dengan hormat untuk pergi itu cuma melengos. Tetap santai duduk dengan gagahnya di halaman sempit depan rumah gubuk milik Putra dan Bagus itu. Salah satunya malah nyengir kuda sambil melirik sekilas ke arah Putra yang masih menyembah-nyembah mohon keselamatan.
Beruntung tak lama kemudian matahari muncul. Kedua Bagodang berdiri, lalu dengan santai melangkah pergi. Putra dan Bagus lega bukan main. Nyawa mereka selamat dari el maut pagi ini.
Â
Keterangan :
Bagodang : gajah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H