Langit masih tampak mendung, hujan dengan intensitas ringan masih menyelimuti kotaku. Sepertinya merasa bosan untuk tetap tinggal dalam kamar dan hari ini aku memutuskan untuk keluar sejenak untuk mengunjungi warkop (warung kopi) langganganku sambil menikmati kopi hangat di siang hari yang sedikit mendung.
Pengunjung lumayan banyak tapi setidaknya ada tempat yang masih kosong untuk ditempati. Aku langsung membuka mozzila dan menemukan berita yang membuatku sedih sama seperti awan di langit. Kisah itu tentang seorang bocah yang memerlukan biaya bermilyaran untuk membantu pengobatan ayahnya. Dialah si Mo Suangyi, bocah 10 tahun yang harus berjuang untuk mengumpulkan uang yang tidak sedikit itu demi membantu biaya ayahnya yang divonis kanker darah atau Leukemia. Leukimia atau kanker darah merupakan penyakit dalam klasifikasi kanker (istilah medis: neoplasma) pada darah atau sumsum tulang yang ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid, umumnya terjadi pada leukosit (sel darah putih).
Penyakit yang diderita ayahnya membuat Mo Suangyi harus turun ke jalan menjadi seorang pemulung dengan mengumpulkan barang bekas berupa kardus dan dijualnya kepada pengumpul. Hasil dari memulungnya itu ditabung untuk digunakan berobat ayahnya. Anak yang masih duduk di bangku SD itu tidak perna menyerah demi kesembuhan ayahnya. Dalam salah satu buku diarinya ditulis “Dear Ayah, Apakah kamu tahu? Aku sudah mengumpulkan uang Rp 80 ribu dari hasil jualanku. Ini belum cukup untuk biaya pengobatanmu, tapi aku tidak akan menyerah. Jadi tunggulah, Ayah. Kamu akan baik-baik saja!”
Mo Suangyi tak hanya membanting tulang mencari uang untuk berobat ayahnya tetapi juga harus mengurus pekerjaan rumah seperti mencuci piring, memasak. Disamping itu, harus menjaga nenek dan adiknya yang masih kecil.
Kisah heroik ini mengundang kesedihan bagi orang yang memiliki perasaan betapa tidak anak yang masih seumur jagung memiliki jiwa patriot berjuang demi kesembuhan sang ayah yang secara logika tak akan mampu mengumpulkan uang sebanyak 1,2 milyar dalam waktu singkat. Tapi sifat pantang menyerah menjadi dasar Mo Suangyi untuk tetap yakin bahwa ada jalan keluar dibalik usahanya demi kesembuhan sang ayah.
Salah satu kalimat yang sangat menyentuh ketika dia (Mo Suangyi) menulis: "Saya tahu jarak antara 36,6 dan 600.000 yuan (sekitar 1,2 milyar) itu seperti jarak Jiangxi sampai Beijing, tapi saya tidak mau menyerah. Jadi, tetaplah di sana ayah dan kau akan baik-baik saja."
Tak semua anak dilahirkan dalam keadaan yang berkecukupan. Diantara kita ada yang harus membanting tulang demi mendapatkan sesuatu yang diharapkannya tapi dilain sisi ada yang memiliki hoki untuk hidup dalam ketenangan dan kebahagiaan yang melimpah. Kisah Mo Suangyi memberikan kita pandangan bahwasanya nasib manusia itu berbeda-beda dan kita harus melawan nasib dengan hal-hal yang positif, pantang menyerah. Semoga kebahagian milik kita semua.
sumber :
http://www.merdeka.com/dunia/ayah-derita-kanker-darah-bocah-10-tahun-rela-jadi-pemulung.html
http://medan.tribunnews. com/2015/01/09/butuh-miliaran-rupiah-bocah-ini-jualan-kardus-untuk-obati-ayahnya
http://id.wikipedia.org/wiki/Leukemia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H