Jika kita perhatikan berita-berita seputar program 'Jakarta Baru' Jokowi-Ahok yang sudah menjabat sebagai Gubernur dan Wagub DKI Jakarta lebih dari setahun setengah, banyak programnya yang gagal, bahkan gagal total. Yang boleh dikatakan berhasil, cuma mengerjakan waduk Pluit dan Ria-Rio, dan beberapa masalah kecil. Yang gagal total banyak banget seperti pengadaan busways yang beraroma korupsi (detik.com, 19/2, Aroma Korupsi Pengadaan Transjakarta), proyek mengatasi kemacetan genap ganjil - stikernya sudah dicetak dengan biaya Rp 12 milair, mangkrak karena tidak dipakai tuh stiker alias agagl total program genap-ganjil, proyek bus pariwisata milik Pemda DKI, dan segudang program lainnya termasuk proyek monorel.
Sebagai salah seorang warga yang mengontrol dan memperhatikan kinerja Jokowi-Ahok tentu saja kecewa karena pihak Gubernur sudah membuang uang rakyat (APBD dan pajak rakyat dan warga DKI) dalam banyak hal, namun hasilnya tidak maksimal, bahkan konon termasuk proyek lelang Kepala Sekolah SMPN-SMAN dan SMKN di DKI juga ditengarai beroma korupsi atau penyimpangan sebanagaiman sudah ditulis oleh Kompasianer Deni Triwardana.
Sebagaimana detik.com sudah melansir adanya 'aroma korupsi pengadaan transjakarta' sudah seharusnya KPK mengusut banyak hal di Pemda DKI. Proyek-proyek besar yang menghabiskan uang rakyat miliaran rupiah namun hasilnya banyak kecolongan, kebocoran dan lain sebagainya.
Sebagai warga dan rakyat Indoensia yang sejak reformasi sangat gembira dengan adanya KPK yang akan membuat 'ngeri' banyak pejabat yang hendak korupsi, namun pejabat bermental koruptor tersebut tidak juga jera. Di luar yang tertangkap dan kasusnya disidik oleh KPK, masih bergentayangan koruptor-koruptor lainnya di tanah air; dan juga tidak terkecuali di lingkungan Pemda DKI Jakarta walau dipimpin oleh Gubernur sederhana dan tegas Jokowi dan Wagubnya yang tegas Basuki T. Purnama alias Ahok. Sejak awal pengadaan proyek bustransjakarta sudah terasa adanya aroma korupsi; bahkan masalah sampah pun aroma korupsi orang-orang Pemda sangat kuat sebagaimana diungkap oleh Kompasianer Iwan Piliang. Tapi sayangnya, Wagub Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok tidak pernah kita dengar komentarnya.
Kompas.com hari ini (19/2) menurunkan berita mengenai bermasalahnya proyek monorel. Proyek monorel yang groundbreakingnya sudah dilakukan oleh Jokowi pada 16 Oktober 2013 yang diharapkan menjadi lifeskill warga DKI namun hingga kini masih bermasalah. Proyek yang rencananya akan selesai pada tahun 2016 itu, hingga kini belum juga dimulai. Bahkan yang membuat publik heran adanya perbedaan pernyataan antara Gubernur Jokowi dengan Wagub Ahok soal macetnya proyek monorel oleh PT Jakarta Monorel. Ahok berkomentar sangat pedas dengan biaya yang sangat fantastis untuk acara seremonial di Monas pada tahun 2013 yang menghabiskan biaya Rp 50 miliar, bahkan Ahok mengancam akan mencabut izin PT. Jakarta Monorel. Duit sebesar itu bisa untuk menutupi hutang PT. Jakarta Monorel kepada PT. Adhikaryayang sudah membangun tiang pancang monorel yang gagal sejak zaman Bu Mega.
Tentu saja saya khususnya menjadi bingung melihat kenyataan adanya beda pernyataan antara Gubernur dengan Wagub. Yang jelas, belum berjalannya proyek monorel yang digadang-gadang Jokowi sebagai salah satu alternatif mengatasi kemacetan Jakarta pada saat kampanyenya juga menjadi gatot alasi gagal total. Padahal, warga sudah tidak sabar menunggu pemberesan masalah yang sangat membuat warga pengguna jalan raya menjadi stress. Apakah harus menunggu warga pengguna jalan di Jakarta menjadi gila. Saya banyak mengalami sumpah serapah pengendara, khususnya motor roda dua yang tidak pernah mau mengalah walaupun salah, bahkan tidak pernah merasa salah walaupun bersalah. Bahkan lebih marah dari yang tidak salah, khususnya pengendara mobil roda empat. Intinya, karena kemacetan dan kesemrawutan jalanan sehingga penggunanya tidak tau lagi harus berbuat mana yang benar, karena semuanya merasa benar walaupun tidak benar. Bukankah ini cermin dari stressnya warga pengguna jalan. Boleh jadi sudah gila rasanya!!!
salam damai,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H