Sudah setahun lebih Jokowi yang dielu-elukan menjadi Gubernur. Tapi belum nampak hasilnya gebrakan yang dilakukan. Misalnya soal banjir. Hujan sedikit saja mengguyur Jakarta banjir dimana-mana. Belum ada perubahan yang nyata dari programnya. Gebrakan perbaikan waduk seperti Pluit dan Ria Rio tidak banyak artinya dalam mengatasi banjir. Bahkan di waduk Pluit masih mangkrak dan juga waduk ria-rio.
Kemudian masalah macet. Tetap saja tidak ada yang berubah. Dimana-mana macet. Bahkan saya merasakan semakin macet. Perlombaan antara penambahan kendaraan dengan perbaikan jalan dan berbagai ide cuma jadi isapan jempol. Macet tetap saja mendera warga DKI. Bagi yang aktif bekerja di Jakarta pasti merasakan dan tahu bagaimana situasi dan kondisi di jalan raya. Saya yakin jawabannya semakin macet. Tentu saja semakin stress di jalan. Teorinya yang dulu waktu kampanye dengan jargon akan membuat, 'orang yang bergerak, bukan kendaraan' masih jadi omong kosong.
Saya bukannya anti Jokowi. Karena siapapun gubernurnya yang penting bisa membereskan berbagai 'penyakit' menahun Jakarta bisa selesai. Namun, solusi yang dilakukan Gubernur bukannya solusi komprehenship dan revolusioner. Tapi solusi simplistis, bagaikan menyembuhkan penyakit dalam tubuh. Disini sembuh tapi disana muncul penyakit yang lain. Itulah keadaan solusi di Jakarta saat ini.
Jadi, sebagai warga Jakarta sampai kapan harus menunggu. 4 tahun lagi? Apakah hingga akhir masa Gubernur Jokowi akan selesai? Saya gak yakin. Boleh jadi tambah lagi 5 tahun (priode kedua). 10 tahun bisakah selesai? Boleh jadi. Tapi, belum apa-apa Jokowi sudah diributkan untuk jadi Capres. Kalau Jokowi menerima usulan tersebut saya hanya bisa bilang, Pak Gubernur berak belon cebok mengurusi Jakarta. Masih blepetan.
salam damai,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H