Mohon tunggu...
Bang Nasr
Bang Nasr Mohon Tunggu... Dosen - Nasruddin Latief

Bangnasr. Masih belajar pada kehidupan, dan memungut hikmah yang berserakan. Mantan TKI. Ikut kompasiana ingin 'silaturahim' dengan sesama.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kematian Sang Rajawali Libya

21 Oktober 2011   04:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:41 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media internasional dan juga nasional sejak kemarin ramai memberitakan kematian orang kuat Libya dan penguasa terlama di dunia saat itu yaitu Kol. Muammar Gaddafi, Pemimpin Revolusi Besar Al-Fateh (September) Libya 1 September 1969. Hampir 42 tahun lamanya Sang Kolonel memimpin negeri tandus namun kaya sumber alam minyak dan gas yang membuat ngiler para negara adikuasa. Namun, rupanya Gaddafi memilih pola pemerintahan garis tegas yang secara vulgar melawan kebijakan negara besar macam AS dan Barat, khususnya sekutu AS. Sejak jaman Presiden Ronald Reagan pada dekade 1980-an, antara dua cowboy dan camelboy terseut berseteru. Bahkan akhirnya Sang Cowboy menyerang istana Sang Camelboy dan hingga kini masih menjadi saksi bisu kebrutalan AS tersebut. Bahkan pada saat itu, Teluk Sirte, kota kelahiran Sang Kolonel selalu menjadi bulan-bulanan kapal induk AS yang mengancam untuk dirudalkan. Namun, rupanya AS dan Barat gerah juga menghadapi sikap keras Gaddafi. Seiring dan sejalan dengan merebaknya revolusi 'Melati' atau Arab Spring yang dimulai di Tunis, dan diikuti Mesir yang akhirnya menggulingkan penguasa otoriter di kedua negara tersebut, para oposan Libya yang berada di AS maupun di Inggris menggerakkan dan menyerukan rakyat Libya untuk mengadakan sebuah demonstrasi pada tgl. 17 Februari 2011. Tanggal tersebut dipilih karena sebagai peringatan peristiwa kerusuhan yang banayk menimbulkan korban jiwa ketika terjadi demo protes di Konsulat Italia di Benghazi akibat pelecehan terhadap Nabi Muhammad saw. Seruan yang menggunakan facebook tersebut disambut oleh penduduk Benghazi dan kawasan Timur Libya (Cyrenica). Kawasan Timur Libya merupakan kawasan pendukung mantan Raja Idris yang digulingkan oleh Gaddafi. Serangkaian peristiwa politik pun mendapat dukungan yang begitu cepat dari AS dan Barat bahkan kemudian invasi militer ke Libya melalui NATO dengan memberikan senjata kepada penduduk sipil Libya anti-Gaddafi. Demonstrasi belum lagi berjalan dua minggu PBB sudah mengeluarkan resolusi No. 1970 yang berisi tuntutan kejahatan Gaddafi terhadap kemanusiaan karena membunuh rakyat Sipil Libya dengan menggunakan tentara bayaran (mercenaries). Seminggu kemudian (awal Maret 2011) PBB juga sudah mengeluarkan resolusi No. 1973 yang berisi 'no-fly zone', larangan terbang bagi Libya. Karuan saja semuanya lumpuh karena semua penerbangan sipil dan militer Libya akan ditempat oleh NATO. Yang boleh terbang cuma pesawat NATO. Tentu saja, kekuatan Gaddafi walaupun pada awalnya mampu mengimbangi kekuatan NATO, namun lamban tapi pasti akan tetap sulit mengimbangi perlawanan kongsi negera adidaya tersebut. Hal ini saya kemukakan dalam wawancara dengan majalah 'Gontor'. Saya katakan bahwa soal kekalahan Gaddafi hanya soal waktu saja. Pasti pasukannya akan kalah namun kapan hal itu terjadi. Hanya menunggu waktu saja. Ketika ibu kota Libya jatuh ke tangan para pemberontak Libya yang dipimpin oleh mantan anggota AL-Qaeda Libya dan juga mantan perang Afghanistan yaitu Abd. Hakim Belhaj yang pernah dijebloskan ke penjara Bouselim oleh Gaddafi karena anggota organisasi terlarang di Libya yaitu Libyan Islamic Fighting Group (LIFG) aroma kejatuhan Gaddafi sudah bisa dicium. Apalagi ketika istananya di Bab AL-Aziziyah sudah porak poranda dan Gaddafi serta keluarga melarikan diri dari Bab Al-Aziziyah. Teka teki keberadaan Gaddafi juga masih susah ditebak, karena masih ada wilayah-wialayh pendukungnya yang masih dikuasai tentara pemerintahan Gaddafi yaitu kawasan Bani Walid, sebuah oase di tengah Sahara Libya dan di Sirte, kota kelahiran Gaddafi. Perlawanan di kedua wilayah etrsebut cukup alot hingga akhrnya dikabarkan kemarin (20/10) bahwa Gaddafi tertangkap pasukan pemberontak dan meninggal akibat luka-luka yang diderita karena ingin melarikan diri ke arah Misurata. Gaddafi merupakan tokoh revolusi dan pemberani. Ketika wal-wal merebak pemberontakan, dia dikabarkan ditawarkan suaka politik oleh kolega dekatnya beberapa negara Afrika dan juga Venezuela. Namun, dia menolak dan selalu mengatakan bahwa saya adalah Pemimpin Revolusi dimana atribut tersebut melekat kepada dirinya hingga mati. Dan Gaddafi tidak akan keluar dari Libya hingga maut memisahkannya. Sungguh hebat. Bagaimanakah Libya pasca kematian Gaddafi. Kita semua mengharapkan negara tersebut menjadi lebih baik dan demokratis. Namun, tantangan tersebut tidak mudah bagi rakyat Libya, apalagi setelah 42 tahun dikobarkan semangat revolusi di segala lapisan dan elemen masyarakat. Bagi kita yang berada disana sungguh menyebalkan karena terlalu 'over' sehingga tidak menganggap orang selain Libya. Sombong bangat gitu. Tapi apapun yang terjadi, rakyat Libya harus mengawal kekayaan negeri tersebut untuk kepentingan rakyatnya sebagaimana dilakukan Gaddafi selama ini, yakni 90% untuk rakyat Libya dan 10% untuk perusahaan asing. Jangan terbalik, cuma 10% buat rakyat Libya, tapi 90% buat perusahaan asing. salam damai,,,

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun