[caption id="attachment_129552" align="aligncenter" width="225" caption="Novel Karya Basha (http://www.asmarna.org/al_moltqa/showthread.php?p=164624)"][/caption] Perempuan Arab Saudi terus menuntut dan berontak. Suara-suara perlawanan secara perlahan tapi pasti, terus bergayut di negara padang pasir tersebut. Dibawah bayang-bayang 'diskriminasi' suara perempuan terus nampak mencuat ditengah masyarakat yang dikuasai dan didominasi laki-laki (paternalisme) perempuan terus menuntut hak. Basha Ahmad Mubarki, novelis dan cerpenis Arab Saudi merupakan suara inovatif yang telah menempatkan posisinya di tengah-tengah suara gemuruh inovatif Arab Saudi dan baru-baru ini telah menerbitkan karyanya yang berjudul Hubb Elektrony ('Cinta Elektronik'). Dalam sebuah wawancara dengan 'Yawmiyat al-Tsaqafah' (Harian Budaya) di surat kabar al-Arab edisi 26 April 2010, menjawab pertanyaan bagaimana pandangannya mengenai fakta novel dan dunia sastra  di Arab Saudi akhir-akhir ini. Basha menjawab bahwa ada sisi positif dan ada pula sisi negatif dalam menuju kematangan karya. Karena masyarakat Saudi tidak memberikan peluang dan kesempatan yang optimal kepada perempuan. Masyarakat Arab Saudi masih berada di bawah belenggu adat istiadat, taqalid dan budaya negatif. Karya-karya perempuan tersebut tidak mencerminkan fakta kenyataan masyarakat yang sesungguhnya. Saya kira itu merupakan proses dan memerlukan perjuangan untuk tetap terus menerus melakukan dan bertahan pada jalur perjuangan. Mengenai kebebasan yang termarginalkan di Arab Saudi apakah karena disebabkan oleh sikap resmi pemerintah ataukah karena sikap masyarakat. Basha pun menjawab bahwa kebebasan di negaranya dalam keadaan konflik antara pemerintah dan lembaga resmi dengan masyarakat. Bisa diambil contoh, misalnya larangan mengendarai kendaraan beroda empat bagi perempuan yang hingga sekarang perempauan tidak dapat melakukannya karena masyarakat Arab Saudi menilainya perempuan tidak kapabel dan lembaga resmi mengamininya. Apa yang ditulis Basha merupakan bagian dari perjuangan kaum perempuan Arab Saudi. Oleh karena itu perempuan Arab Saudi harus bangkit memperjuangkan hak-haknya, kemauannya, fikirannya, persoalannya, cita-citanya; dan menurut Basya setiap perempuan di masyarakat manapun perlu ada yang memperjuangkan dan membelanya, bukan hanya dari kalangan perempuan itu sendiri. Tapi juga dari kalangan laki-laki sebagai partner perempuan. Budaya 'minyak' masih sangat kuat mencokol di masyarakat gurun tersebut dan memerlukan waktu untuk bisa nampak secara wajar di tengah masyarakat dunia. Perempuan Arab Saudi terus berjuang di tengah dominasi laki-laki dan ulama fundamentalis yang berkolaborasi dengan 'lembaga resmi' (Kerajaan). Selamat berjuang...semoga terus sukses... salam, peace, syaloom...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H