Mohon tunggu...
Bang Nasr
Bang Nasr Mohon Tunggu... Dosen - Nasruddin Latief

Bangnasr. Masih belajar pada kehidupan, dan memungut hikmah yang berserakan. Mantan TKI. Ikut kompasiana ingin 'silaturahim' dengan sesama.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Salah Tafsir Atas Reaksi: Kasus Bekasi

8 Juli 2010   18:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:00 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

  Menyedihkan, dan miris juga saya membaca tulisan Kompasianer Limantina Sihalolo yang berjudul 'Konflik Agama menjadikan Indonesia Menakutkan', (lihat dibawah) yang isinya memprotes atas penghancuran patung Tiga Mojang di Gerbang Perumahan Harapab Baru, Bekasi Barat, yang nota bene lebih deket ke perbatasan Jakarta Timur yang berjarak cuma beberapa puluh meter. Tulisan tsb mendapat tanggapan postif dari Kompasianer Om Berthy B. Rahawarin (lihat dibawah) yang menulis imbang tentang intervensi terhadap kasus kecil tersebut yang dilakukan oleh Tokoh Ekstrim Kanan Belanda  yang kontroversial Geert Wilders, yang oleh Om Berthy dibilang Atheis. Kemudian ditambah oleh tulisan Alois A. Nugroho, Guru Besar Filsafat Unika Atmajaya yang isinya juga menggugat atas peristiwa tersebut (Kompas.epaper, 8 Juli 2010). Sekitar bulai Mei lalu, saya lewat di roundabout Perumahan Harapan Indah tersebut yang sudah dirusak oleh massa masyarakat Bekasi Utara (bukan FPI), banyak corat coret di sekelilingnya dengan berbagai coretan yang menandakan ketidaksetujuan penganut agama lain terhadap keberadaan patung yang bernuansa agama tertentu. Saya kesitu karena kebetulan ingin makan sayur pucung gabus kesukaan saya di rumah makan H. Syamsudin, yang dikenal dengan H. Udin Kombo. Persoalannya menurut saya sangat sepele. Sebagai orang yang tahu kondisi dan sejarah kawasan tersebut, pengembang Harapan Indah sebenarnya tidak mempunyai 'perasaan historis' kawasan tersebut yang dikenal sebagai wilayah santri dengan tokohnya K.H. Noer Ali yang sudah dijadikan Pejuang Nasional dan namanya juga diabadikan sebagai nama jalan di Bekasi. Beliau adalah tokoh Hizbullah yang berperang melawan penjajah. Hanya beberapa puluh meter dari patung tsb, tepatnya dulu dikenal dengan sasak kapuk (sasak adalah jempatan, kapuk  pohon randu, jembatan kayu kapuk yang dipanjangkan), tempat terjadinya pertempuran antara pasukan hizbullah pimpinan K.H. Noer Ali dan Belanda. Berkat ketokohan dan kejawaraan Pak Kiayi (begitu beliau dipanggil) bom-bom yang ditembakkan Belanda tidak meledak. Belanda tunggang langgang. Pak Kiayi menjadi incaran Belanda tapi tidak pernah berhasil ditangkap karena bisa menghilang atau tidak nampak oleh musuh. Setelah merdeka, beliau menjadi anggota Konstituante dan Gubernur Meester yang pertama. (Messter adalah Jatinegara zaman dulu yang diambil dari nama Meester cornelis, dan hingga sekarang nama jalan di Jatinegara masih Jl. Bekasi Barat. Padahal sekarang Bekasi sudah menjadi kota sendiri). Singkatnya, saya menyalahkan Pengembang yg tidak punya perasaan dan alangkah baiknya meminta advis terlebih dahulu dari tokoh-tokoh Bekasi Utara, khususnya atau dia dapat mencontoh, misalnya apa yang dilakukan oleh Summarecon yang membuat tugu yang berkisah perjalanan sejarah perusahaan itu di depan Kelapa gading (dari arah Cempaka Putih). Andaikan pihak Harapan Indah cerdas dan melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Summarecon dengan membuat patung atau tugu yang mencerminkan perjalanan sejarah perusahaan pengembang tersebut, saya yakin tidak akan terjadi sebagaimana yang telah terjadi. Pengembang bisa meminta pematung yang sama, Nyoman Nuarsa untuk merumuskannya. Walau menurutnya itu patung tiga mojang yang mencerminkan budaya tanah sunda, namun salah tempat karena kawasan tersebut adalah tanah Betawi pinggir. Kalau juga dirusak, saya menyalahkan sikap masyarakat Bekasi Utara. (Konon, katanya patung tersebut sekarang telah dirubuhkan oleh pengembang sendiri). Bila mau dibangun ikon, lebih bagus yang berisfat universal sebagai saya katakan diatas. Itu sekedar catatan saya mengenai latar belakang peristiwa yang terjadi, yang menurut saya menimbulkan berbagai penafsiran yang salah atas sebuah reaksi dari kesalahan aksi yang dilakukan oleh Pengembang. Wallhu A'lam, Salam damai, Limantina Sihalolo : http://agama.kompasiana.com/2010/07/05/konflik-agama-menjadikan-indonesia-menakutkan/ Berthy B. Rahawarin: http://agama.kompasiana.com/2010/07/06/peristiwa-bekasi-dibesar-besarkan-asing/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun