[caption id="attachment_113816" align="aligncenter" width="300" caption="Sheikh Ahmad Al-Gahmdy (http://images.alarabiya.net/large_37167_96120.jpg)"][/caption] Masih soal keterbukaan Arab Saudi yang sudah cukup banyak saya tulis, yang sebenarnya saya rasa sudah cukup. Tidak perlu saya tambah lagi. Tapi konon menurut sahabat saya di milis, saat ini masih ramai soal perempuan yang tidak boleh jadi pemimpin, bahkan mengirimkan saya postingan tersebut dengan judul 'pria bodoh sekalipun punya kemampuan memimpin' yang mengutip salah terjemahan ayat surat Al-Nisaa (4: 34) yang berbunyi 'al-rijalu qawwamuna al-nisaa' .... Tapi saya tidak membahas dulu persoalan itu, nanti Kompasianer Bu Imelda meminta saya untuk belajaaaaaaar lagi. heheheeeee.... Saya hanya ingin menambah informasi, bahwa Institusi Wahabi yang paling berkuasa dan garang di Arab Saudi yaitu 'Hay'at al-Amr bi al-Ma'ruf wa al-Nahy al-Munkar' (biasa difahami gampanya aja 'Polisi Agama', satu-satunya Institusi di dunia ini) sudah mulai terbuka dan longgar, bahkan keluar dari pakem Wahabi selama ini, seperti contohnya dalam soal 'ikhtilath'. Ketua Polisi Agama Wilayah Makkah Arab Saudi, Sheikh Dr. Ahmad bin Qasim Al-Ghamidy menegaskan kembali pendapatnya mengenai kebolehan 'ikhtilath' (pergaulan antara laki-laki dan perempuan sebagaimana aturannya menurut agama Islam, seperti di sekolah, tempat kerja, dsb), bahkan beliau mengatakan bahwa perempuan boleh bekerja di Institusi Polisi Arab Saudi tersebut yang selama ini hanya didominasi para laki-laki berjenggot sebagai ciri Wahabi (Muthawa'). Jadi, lebih mudah mengenal antara 'agamawan' dengan yang bukan. Misalnya para Penguasa dan Amir, rata-rata tidak memanjangkan jenggot dan rapih. Sheikh Al-Ghamidy juga membantah bahwa dia menganulir atau menarik kembali fatwa yang pernah disampaikannya yang berseberangan dengan fatwa kalangan ulama fundamentalis tersebut. Hal itu diungkapkan oleh Sheikh Al-Ghamidy pada surat kabar 'Ukaz' tgl. 4 April 2010 lalu. Bahkan Sheikh Dr. Al-Ghamidy tersebut lebih tegas mengatakan, 'Tulis dari apa yang keluar dari mulut saya di 'Ukaz'. Saya masih memegang teguh pendapat saya mengenai 'ikhtilath', dan saya tidak akan menarik pendapat itu. Bahkan apa yang saya tulis itu, akan saya ulangi berkali-kali'. Sheikh Dr. Al-Ghamidy menyatakan pendapatnya tersebut mengenai bolehnya 'ikhtilath' (seperti di banyak negara termasuk Indonesia) setelah peresmian kampus KAUST di Jeddah yang menjadi kampus pertama di Arab Saudi yang mahasiswa dan mahasiswinya kuliah campur. Bahwa Islam seharusnya difahami dalam konteks ruang dan waktu, sebagaimana slogan yang selalu didengunkan, 'bahwa Islam adalah agama yang pas dan cocok di segala zaman dan ruang' sebagaimana difahami dan disosialisasi oleh Ketua Ulama Muslimin Internasional, Prof. Dr. Sheikh Yusuf Qaradhawi dengan 'manhaj wasathnya' (moderat). Semoga semakin kesitu... Jadi, Polisi Agama itu kini telah 'tercerahkan'.......Amien....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H