Sebagai seorang muslim yang tidak faham bahasa Arab, tentunya saya mencari terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Indonesia, untuk bisa memahami apa yang dikandung dalam kitab suci umat Islam tersebut. Setahu saya proyek terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Indonesia yang menjadi standar dan direkomendasi adalah terjemahan Departemen Agama, yang digalakkan sejak Menteri Agama dipegang oleh (alm.) Alamsyah Ratu Prawiranegara. Edisi perdana Al-Qur'an tersebut dibuat oleh tim yang dipimpin oleh Prof. dr. Sunaryo. Kemudian dalam banyak cetakan dilampirkan oleh 'Lajnah Pentashih Al-Qur'an' (Komisi Pengoreksi Al-Qur'an (terjemahannya) yang dikeluarkan oleh Depag, termasuk yang dicetak oleh Percetakan Mushaf Al-Qur'an Raja Fahd, Madinah, Arab Saudi, dan juga yang dicetak oleh Ikadi yang merupakan wakaf dari Yayasan Amal Sheikh Abdullah Al-Nouri (Sheikh Abdullah Al-Nouri Charity Society), dimana disitu dilampirkan tanda Tashih tahun 2006 yang ditandatangni oleh Ketua, H. Fadhal AR Bafadhal, dan Sekretaris H. Mazmur Sya'roni dengan anggota sebanyak 20 orang, yang merupakan ulama dan cendekiawan Muslim yang kemampuan ilmunya tidak diragunkan lagi, antara lain, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Dr. Ahsin Sakho Muhammad (Rektor IIQ), Prof. Dr. K.H. Mustafa Yakub, Dr. Ali Audah, Dr. Khatibul Umam, Dr. Faizah syibromalisi, dll. Namun bila saya perhatikan Tim Lajnah Pentashih Al-Qur'an yang berganti-ganti tersebut, tidak melakukan perbaikan terjemahan yang baru. Artinya bila diperhatikan sejak diterbitkan oleh Lajnah Pentashih pimpinan Prof. Sunaryo, tidak ada perubahan perbaikan (edit) bahasa Indonesianya. Hal ini saya perhatikan sejak saya mengerti bahasa Arab dalam memahami ayat kitab Suci tersebut, dan membandingkan edisi menag Alamsyah dengan edisi terbaru (Ikadi dan Cetakan Madinah Munawwarah).
Dalam berbagai kesempatan saya sering mentest orang lain untuk membuka secara acak ayat dan terjemahan Al-Qur'an, yang tidak bisa berbahasa Arab tentunya. Dan saya minta baca terjemahannya. Saya tanya, apakah dia faham maksudnya setelah membaca terjemahan tersebut. Sering dijawab tidak faham. Nah, apakah karena kelemahan terjemahannya atau memang karena kelemahan bahasa Indonesia yang tidak mampu menangkap makna bahasa Al-Qur'an yang kaya dan tinggi. Salah satu caranya adalah dengan memberi keterangan dicatatan kaki sebagimana juga dilakukan dalam terjemahan Al-Qur'an tersebut.
Saya hanya ingin memberikan contoh mengenai kesalahan, yang menurut saya cukup fatal, karena keluar dari makna teks ayat Al-Qur'an tersebut. Antara lain dapat dibaca terjemahan Surat ke-105 (Surat Al-Fiil atau biasa dibilang 'Alam Tara'), ayat ke-5. Ayat tersebut bunyinya adalah, 'Faja'alahum ka ashfin ma'kuul'. Terjemahan Depagnya, 'sehingga mereka dijadikan-Nya seperti daun-daun yang dimakan (ulat) (halaman 601 terbitan Ikadi).
karena sudah mengerti bahasa Arab, saya perhatikan ayat tersebut (dalam teks asli) 'tidak ada kata 'daun-daun'. Aneh...darimana terjemahan 'daun-daun' itu datangnya, dan kata 'ulat', walaupun diberi 'dalam kurung'. . Jangan-jangan, dulu kiayi di pesantren di kampung, di pinggir jendela pesantren melihat daun dimakan ulat, sehingga inspirasi bagi pemahaman makna yang salah tersebut. Penyebab kesalahan terjemahan ayat tersebut adalah kata 'ma'kul' yang terambil dari bahasa Arabnya 'a-ka-la' yang artinya makan. Sayang kiayi tidak merujuk dalam dalam kamus bahasa Arab-Inggris untuk lebih dekat maknanya dalam memahami arti. Jangan cuma mengandalkan hafalan, yang memang benar, kata 'ma'kul' itu artinya 'dimakan' shingga dikarang-karang dan diduga-duga saja, tanpa ada bukti penguat sehingga terjemahannya menjadi ngelantur seperti yang tertulis.
Kita coba cari tahu makna kata yang lain dari ayat kitab suci tersebut, yaitu 'ashfin', yang sebenarnya berarti 'badai'. Misalnya perang Teluk pertama di Timur Tengah ketika pasukan gabungan melawan Irak keluar dari Kuwait dengan semboyan 'Ashifah Sahra' (Desert Storm). Ini kesalahan pertama. Kedua, juga salah memahami arti 'ma'kul' yang diterjamahkan 'dimakan'. Memang betul, arti kata itu 'dimakan' tapi siapa yang makan dulu. Kalau mulut yang makan yahhh tidak dahsyat dong. Nah saya buka kamus Arab-Inggris yang akar kata arabnya 'a-ka-la', selain mempunyai arti 'eat', juga mempunyai arti 'to destroy'. Nah yang tepat adalah 'to destroy' ini, menghancurkan. Jadi, memakan pada hakikatnya adalah menghancurkan dan mengunyah makanan dimulut hingga hingga hancur. Walaaahhhh....
'Jadi ayat diatas maknanya yang benar adalah (ayat aslinya dikemukakan dalam bentuk aktive vioce, bukan fassive voice) 'Maka Dia (Tuhan) menjadikan mereka (tentara Abrahah) bagaikan dihancurkan oleh badai '. Apalagi kalau mau dikontekstualisasikan dengan peristiwa 'tsunami' di Aceh sehingga lebih dahsyat lagi, sehingga terjaemahannya menjadi 'bagaikan dihancurkan oleh terjangan tsunami', sehingga kedahsyatan hukuman Tuhan nampak menakutkan dan menyeramkan kepada pasukan Abrahan tersebut.
Dan masih banyak terjemahan-terjemahan yang membingungkan bagi pembaca yang tidak pandai bahasa aaslinya (Arab). nelongso juga rasanya....
Jadi, bagimana lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur'an, apa saja yang dikerjakan??? Wallahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H