Mohon tunggu...
Bang Nasr
Bang Nasr Mohon Tunggu... Dosen - Nasruddin Latief

Bangnasr. Masih belajar pada kehidupan, dan memungut hikmah yang berserakan. Mantan TKI. Ikut kompasiana ingin 'silaturahim' dengan sesama.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kemenangan Para Koruptor.

6 Maret 2015   17:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:04 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kejahatan korupsi boleh jadi sudah tua. Sama tuanya dengan umat manusia itu sendiri atau minimal sudah berlangsung ribuan tahun. Kalau kejahatan pembunuhan sudah terjadi sejak anak Adam as, konon perzinahan juga sudah sangat tua sejak hawa nafsu manusia dan ambara murka menjadi tarde mark mereka. Bukan juga penyimpangan harta benda dunia yang kemudian bernama korupsi. Wallahu A'lam.

Kejahatan dengan berbagai fenomenanya tentu saja tidak terlepas dari sifat serakah manusia. Karena begitulah Al-Qur'an mengkisahkan perilaku umat-umat terdahulu yang melakukan berbagai kejahatan dan lalu dibinasakan. Dan kini setelah Nabi Muhammad saw diutus tidak ada lagi hukuman duniawi (dibinasakan). Karena hukumannya adalah nanti 'ukhrawi' (akherat). Jadi, berbagai bencana yang terjadi di dunia saat ini bukan hukuman dan azab Allah kepada manusia atas dosa dan kesalahan mereka sebagaimana banyak diceramahkan oleh dai dan ustaz yang tidak faham, tetapi itu hanya sebagai peringatan saja bagi manusai yang lain karena hal itu akibat perbuatan dan ulah manusai juga, karena sesungguhnya balasan mereka adalah di akherat nanti.

Karena kejahatan, termasuk kejahatan korupsi di dalamnya, sudah tua dan mengakar serta mendarah daging tentu saja sulit memberantasnya dan sulit bagi manusia melepaskannya. Jika dilakukan hanya setengah-setengah tidak akan berhasil. Dilakukan dengan segenap kekuatan dan hati pun masih banyak menghadapai tantangan dan perlawanan dari para koruptor tadi. Jadi, bukan hanya keberanian dan perjuangan yang ruar biasa namun juga barangkali doa dan tawakal. Memohon pertolongan Allah.

Indonesia sudah banyak banget masuk berbagai wilayah darurat. Ada darurat narkona. Ada darurat mafia. Ada darurat mafia hukum. Ada darurat korupsi. dan berbagai darurat lainnya. Perjuangan KPK memberantas korupsi tidak jalan mulus semulus karpet merah. Jalannya berduri, penuh lumpur, lobang dan onak. Tidak sedikit diantara pejabat pentingnya yang diancam, dari yang paling ringan hingga yang paling berat bahkan resiko mati. Namun, selama ini mereka tetap konsisten dan sudah tertempa mental mereka untuk tidak menyerah. Hingga akhirnya petaka itu datang. Semua mereka dikriminalisasi - sebuah terminologi yang tidak disukai pihak penegak hukum lain - terlepas setuju atau tidak atas terminologi tersebut, yang jelas dan nampak bahwa upaya-upaya pelemahan pemberantasan korupsi dan pemidanaan dan pemiskinan koruptor masih panjang perjuangannya. Bahkan semakin kesini ada aroma keperbihakan pada para koruptor, yang tentu saja kita menjadi miris rasanya setelah 17 tahun reformasi, supremasi hukum mandul dan mandeg dalam pembernatasan korupsi yang menjadi bagian cita-cita reformasi yaitu memberantas KKN.

Apa boleh dikata. Presiden Jokowi yang didukung rakyat sangat besar juga tidak bisa banyak berbuat bagi pemberantasan korupsi. Hanya sebatas pemanis bibir. Langkah konkritnya masih terus ditunggu. Perubahan plt KPK juha menuai berbagai ketidakpuasan publik karena ada indikasi aroma tidak pro korupsi. Bahkan mantan Ketua KPK yang berlatar belakang polisi yang saat ini sudah jadi senior masih tidak luput dari kritikan dan ketidakpuasan publik. Apa mau dikata. Sudah nasib bangsa Indonesia yang rakyat berjumlah lebih 250 juta, moso tidak ada satupun diantara mereka yang pro anti korupsi.

salam damai,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun