Mohon tunggu...
Bang Nasr
Bang Nasr Mohon Tunggu... Dosen - Nasruddin Latief

Bangnasr. Masih belajar pada kehidupan, dan memungut hikmah yang berserakan. Mantan TKI. Ikut kompasiana ingin 'silaturahim' dengan sesama.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Siswa dan K-2013: Bagaikan Kerja Rodi

16 November 2014   15:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:41 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bagi yang mempunyai anak yang sedang belaajr di tingkat SMA jika memperhatikan harian tugas-tugas sekolah anaknya pasti miris. Kenapa? Karena hampir setiap hari termasuk hari libur (Sabtu-Minggu) tidak pernah luput dari tugas dan PR. Itulah yang saya perhatikan pada anak saya yang saat ini sedang duduk di kelas XI sebuah SMAN di Jakarta. Sekolah tersebut memang sekolah ranking dan favorit.

Karena kakaknya dulu juga pernah sekolah di sekolah yang sama ( saat ini sudah kuliah) saya bandingkan tidak seperti itu untuk tugas-tugas PR-nya, padahal waktu itu sekolah dia masih berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional  (RSBI). Kalau saya tanyakan kenapa kok PR dan tugas sekolah kamu banyak sekali? Dia jawab ya itulah Kurikulum 2013. Jadi, kira-kira biang kerok dan sebabnya adalah beban yang diemban oleh kurikulum 2013.

Karena beban tugas sekolah dan PR K-2013 itu begitu banyak dan memberatkan - saya selalu perhatikan dia hampir setiap malam masih mengerjakan tugas hingga jam 11 malam - bak pekerja rodi zaman penjajahan dulu. Apakah sekolah menjadi penjajah atau tepatnya K-2013 bagaikan penjajah? Wallahu A'lam. Tapi apakah memberatkan murid. Jawabannya, Iya. Bagaimana dengan gurunya? Boleh jadi gurunya menjadi lebih ringan karena beban tersebut dikerjakan oleh murid.

Catatan dan kegundahan ini hanya catatan yang absurd di tengah berbagai teori para Profesor yang membuat K-13 ini. Cita-cita mereka boleh jadi baik dan mulia, namun mereka tidak menyadari bahwa yang sedang mereka targetkan adalah anak didik usia belia dan muda serta belasan tahun. Bukan seperti mereka para Profesor yang sudah matang alam fikirannya. Elegannya adalah sisi ideal boleh saja setinggi langit tapi sisi faktualnya buat apa jika susah atau menyusahkan orang lain diterapkan. Bagusnya adalah antara idealiti dengan realiti menyatu dan naymbung. Ukur sesuai dengan usia rata-rata para murid.

Namun, malangnya Pak Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah dan Kebudayaan masih belum mengeluarkan pendapatnya soal K-1013 ini. Apakah dilanjutkan atau distop penggunaannya secara nasional. Barangkali masih bingung beliau? Semoga ada masukan dari berbaagi pihak, baik staff beliau maupun stakeholder, para pendidik maupun siswa sendiri. Selama ini para siswa - via perwakilannya - tidak pernah dilibatkan pada hal-hal yang berkenaan dengan mereka seperti penerapan kurikulum. Wallahu A'lam

salam damai,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun