Mohon tunggu...
Bang Nasr
Bang Nasr Mohon Tunggu... Dosen - Nasruddin Latief

Bangnasr. Masih belajar pada kehidupan, dan memungut hikmah yang berserakan. Mantan TKI. Ikut kompasiana ingin 'silaturahim' dengan sesama.

Selanjutnya

Tutup

Politik

1 Tahun Pidato Kairo Obama

13 Juni 2010   05:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:34 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_165718" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar diunduh dari: http://traceyricksfoster.files.wordpress.com/2009/06/obama06.jpg"][/caption] Tepat pada bulan Juni 2009 Presiden Barack Obama, setengah tahun setelah pelantikannya sebagai Presiden AS menyampaikan pidatonya yang terkenal kepada dunia islam dari Kairo Mesir. Kemunculan Barack Obama sebagai presiden AS bak seorang 'rasul-juru selamat' yang sangat dinantikan oleh dunia Islam dan Arab. Tak ketinggalan di Indonesia sendiri terjadi euphoria dengan naiknya anak Menteng tersebut ke tampuk pimpinan negara adikuasa tersebut. Memperingati pidato tersebut, Organisasi One World Mesir bekerjasama dengan Konrad Adinaur melakukan workshop yang membahas perkembangan yang terjadi paska setahun pidato tersebut. Workshop tersebut mengambil tema "Apa yang dikatakan Obama...dan Apa yang dilakukan..." Salah seorang pembicara dalam workshop tersebut antara lain dosen Ilmu Politik Kairo University Alauddin Hilal yang membahas beberapa faktor dan tafsiran yang tercipta di kawasan timur Tengah dalam setahun belakangan ini dengan perasaan antara 'pesimistis dan gak pede' dengan kepribadian Obama yang di awal-awal teripilihnya dia sebagai Presiden AS diharapkan sebagai seorang juru selamat yang ikhlas. Lebih lanjut, Hilal mengkaji, sedikitnya ada 5 faktor yang menyebabkan hal tersebut. Pertama adalah kendati Obama memiliki daya tarik kepribadian yang enerjik dan punya karisma yang memukau dalam menyampaikan pidato dan gagasannya, namun dia bukanlah seorang negarawn besar yang mampu dan berani mengambil keputusan berat dan sulit; disamping jam terbangnya sebagai politisi juga kurang mumpuni. Kedua, boleh jadi Obama komitmen pada isi pidatonya tersebut, namun dia dihadapkan pada kenyataan keadaan yang terjadi di dalam negeri AS sendiri dimana munculnya kekuatan kalangan konservatif di AS yang senantiasa memasang 'cctv' gerak gerik sepak terjang sang Presiden, begitu juga kekuatan loby Yahudi di AS dan sebagian kelompok pro loby Yahudi tersebut; juga persoalan dalam negeri AS yang menyita perhatian presiden Omaba seperti masalah jaminan kesehatan, krisis keuangan dan migrasi. Ketiga, dekatnya waktu pemilu baru kongres AS yang akan diadakan bulan Nopember 2010 mendatang, membuat Obama melakukan safari dan pendekatan ke publik guna mengamankan dan memenangkan partai republik di dalam Kongres. Keempat, situasi internasional dengan equilbrium kekuatan membuat prioritas Obama terpusat pada pemeliharaan peranan AS sebagai pemimpin dunia. Oleh karena itu Obama lebih memprioritaskan dan memperhatikan hubungan dengan Cina yang semakin kuat, begitu juga dengan kekuatan-kekuatan baru seperti India, Brasil dan Uni Eropa sebagai kekuatan baru sehingga menjamin kesinambungan naiknya negara-negara tersebut tidak mengganggu kepentingan AS, sehingga perhatian Obama terhadap konflik Arab-Israel menjadi kecil dan terbatas; dan kelima, dunia Arab sendiri tidak membantu Obama menggerakkan secara mendalam untuk menyelesaikan pesoalan mereka. Misalnya masih saja terjadi perpecahan di tubuh perjuangan rakyat Palestina sehingga memperkuat 'dalil' bagi Israel Palestina mana yang diajak berunding bagi kepentingan perjuangan rakyat Palestina; selain juga tentunya perpecahan di kalangan dunia Arab itu sendiri terhadap penyelesaian konflik Timur Tengah  seperti Syria berjalan sendiri; begitu juga Qatar, Saudi Arabia dan Mesir yang bersikukuh pada jalan masing-masing. Menurut Hilal, dalam politik luar negeri Obama tidak banyak perubahan dari pendahulunya, hanya meneruskan politik luar negeri yang dijalankan Presiden Bush. Misalnya sikap AS terhadap Iran tidak berubah, mempraktekkan kebijakan politik LN Presiden Bush; pasukan AS masih tetap bercokol di Irak kendati Obama berjanji akan keluar dari negeri kaya cadangan minyak dan mengalihkan perhatiannya ke sarang teroris - menurutnya - di Afghanistan, dan juga termasuk tidak menepati janjinya menutup penjara Guantanamo dan mengadili yang terlibat aksi teriris di pengadilan sipil, bukan militer. Pada akhirnya, Hilal mengatakan bahwa citra politik Luar negeri AS terhadap dunia Islam  tidak mungkin menjadi lebih bagus dengan hanya 'mengusulkan' isu perdamaian di sana sini dalam menyelesaikan konflik Timur Tengah saja, sedangkan 'peracunan' hubungan keduanya terus berkepanjangan selama  persoalan inti geo-politik masih ada tanpa penyelesaian tuntas, khususnya persoalan Palestina. Hilal juga mengingatkan bahwa dunia Arab tidak terlalu mengharapkan dan menggantungkan penyelesaian persoalan mereka kepada Obama, karena harus diingat Obama dipilih oleh publik AS, sehingga prioritas utamanya adalah memelihara national security dan kepentingan AS. Andaikan ada good will dalam menyelesaikan konflik Timur Tengah, tentu harus dilihat dalam konteks kepentingan AS itu sendiri. Oleh karena itu, tidak heran bila muncul sikap double standard dalam mengambil sikap terhadap semua langkah kebijakan yang diambilnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun