Ada pandangan sebagian umat beragama tentang Tuhan yang sangat kontradiktif. Kontradiktif antara sifat Tuhan yang diyakini dengan cara menyikapi peristiwa yang dialami manusia. Salah satunya, adalah pandangan terhadap kemalangan/musibah/bencana yang dikatakan sebagai “cobaan” atau “ujian” dari Tuhan—untuk menguji keimanan manusia.
Pandangan bahwa Tuhan perlu menguji kadar keimanan manusia sungguh pandangan yang keliru. Bukankah—sebagaimana diajarkan agama—Tuhan itu maha mengetahui segala sesuatu, termasuk isi hati manusia?
Jika Tuhan tahu isi hati manusia, maka niscaya Dia tahu kualitas/derajat keimanan manusia. Oleh sebab itu pandangan bahwa Tuhan masih perlu menguji kadar iman seseorang adalah kekeliruan fatal yang bertendensi melecehkan ke-mahatahuan-an Tuhan itu sendiri.
Analogi sederhananya adalah seperti ini. Latar belakang diadakannya suatu tes terhadap (mutu) barang dan/atau kompetensi seseorang karena ada keraguan (karena tidak tahu) akan keadaan barang dan/atau pengetahuan serta skill subjek yang dites. Tujuan tes adalah untuk mendapatkan baarang dan/atau orang yang memenuhi standar eligibilitas yang telah ditetapkan.
Jika Tuhan harus melakukan tes terhadap kadar keimanan seseorang atau sekelompok masyarakat itu artinya Tuhan belum/tidak mengetahui segala sesuatu. Dengan demikian Tuhan bukanlah zat yang Maha Mengetahui, artinya pula Tuhan tidak lebih tahu dari manusia itu sendiri.
Kekeliruan pandangan ini menyebabkan manusia (umat beragama) gagal mendewasakan kehidupan spiritualnya melalui agama yang dianutnya. Kekeliruan pandangan ini berdampak pada maraknya peribadatan tanpa nilai spiritual, karena terdorong oleh keinginan untuk mengambil hati Tuhan yang disangka memiliki interest materialistic.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H