Tersebutlah seorang pemuda lulusan magister ilmu lingkungan dari salah satu perguruan tinggi ternama di republik ini. Begitu tamat dia langsung diterima bekerja di salah satu laboratorium analis lingkungan provinsi di Sumatra yang sudah tersertifikasi. Laboratorium tersebut memiliki banyak sekali rekanan, baik perusahan swasta maupun pemerintah dalam beragam bidang usaha, dari pabrik hingga rumah sakit..
Tugasnya di laboratirum itu adalah mengolah dan menganalisis berbagai data sampel air, tanah, dan/atau udara serta menyiapkan laporan (hasil dan kesimpulan) tentang status mutu lingkungan perusahaan rekanan tersebut. Sebagai mana lazimnya anak muda terdidik, dia bekerja dengan penuh ketelitian dan idealis. Seminggu pertama berjalan normal, sampai suatu hari dia dipanggil atasannya.
"Kok begini hasil analisisnya?" tanya atasannya sambil setengah membanting draft laporan hasil kerja si magister baru. "Loh, kenapa Pak? Apa yang salah dengan draft itu,? Itu kan sudah sesuai dengan sampelnya" kilah si magister membela diri.
"Peduli amat dengan sampel, kepercayaan klien itu yang penting dijaga". "Kamu harus ikuti aturan main di sini, atau...." begitu ancaman sang atasan kepada si pemuda yang menurut atasannya sok idealis itu.
Hanya audit abal-abal
Rupanya sang atasan marah karena tidak berkenan dengan hasil analisis yang disodorkan si pemuda yang cenderung menyudutkan salah satu perusahaan rekanan. Bagi sang atasan, jika itu dibiarkan klien akan pindah ke laboratorium lain, jika itu terjadi maka omset laboratorium akan berkurang.
Lalu untuk apa sampel di ambil, jika datanya tidak digunakan. Rupanya, pengambilan sampel yang biasanya disertai dengan pengambilan foto dan/video itu hanya ritual saja. Ritual untuk menunjukkan bahwa semua tahapan langkah audit sudah dipenuhi dengan sungguh-sungguhnya. Sedangkan hasil akhir laporan, harus sesuai alias seimbang dengan "kepercayaan" klien, yakni harus bagus.
"Lho, bagaimana jika nanti ada cross check oleh lembaga yang berwenang, BAPEDALDA misalnya? Kan ketahuan bohongnya data kita" bantah si analis muda mencoba berargumentasi.
"Yang bakal dipakai BAPEDALDA untuk cross check nanti ya laboratorium ini juga, tahu!" sergah atasannya. Laboratorium ini sudah tersertifikasi, sertifikasi itu adalah jaminan mutu dan jaminan legalitas. Kalaulah petugas BAPEDALDA perlu cross check ke lapangan, itu bukan urusan lab analis ini, tetapi urusan perusahaan bersangkutan. Perusahaan sudah menyiapkan "jatah" buat mereka".
"Sudahlah, gak usah sok idealis. Kita tidak akan bisa hidup dengan idealisme, tetapi uang" kata sang atas menceramahi si magister muda tersebut. "Pokoknya, kamu harus pilih, ikut aturan main perusahaan atau cari kerja lain" kembali sang atasan mengeluarkan ancaman.
"Perbuatan seperti inilah yang membuat lingkungan di republik ini tanpa ada seorang pun yang dapat dijadikan tersangka" umpat analis muda dalam hati. Akhirnya, merasa harga dirinya sebagai ilmuwan diinjak-injak, sang magister memutuskan berhenti hari itu juga.