Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dalam Pekat Kabut

11 Desember 2020   20:19 Diperbarui: 11 Desember 2020   20:29 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

aku bertanya-tanya seberapa pekat kabut hari ini
aku dengar suara tembakan, lalu ada yang mengerang,
tapi tak aku lihat seorang pun juga
sampai kau tiba entah dari mana, membawa berita:

"sejarah berlubang, darahnya menderas
menjadi danau, danau yang sengau
tapi sebelum tiba amisnya di sini
jutaan metrik ton tanah akan menguburnya
menjadi pemukiman, menjadi pusat kebudayaan"

aku tak tahu kau bicara apa, sejarah yang mana?
sebab, tak ada sejarah dalam kabut sepekat ini
yang ada cuma kesenyapan yang berisik dalam udara sesak
atau sesekali suara tonggeret mengusir hujan
atau jangkrik yang menganggap dirinya berhak
mengabarkan kisah dari balik timbunan tanah

lalu kau berbisik sangat pelan,
"maksudku, maksudku, sang senyap itulah sejarah..."

aku menegang
sepekat apa kabut hari ini?
selayak apa aku bertanya:
engkau ini siapa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun