Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Surat Junaidi kepada Lila

26 September 2020   15:38 Diperbarui: 26 September 2020   15:43 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

- Sebuah Prosa Lirik

"Bercerailah dari suamimu, lalu menikah denganku. Aku tahu, kau tak bahagia. Berapa kali ia menyakitimu? Menduakanmu?

Barangkali aku sudah keliru dahulu meninggalkanmu. Tapi paling tidak, aku pergi bukan karena perempuan lain, bukan pula karena cintaku mengering. Aku terpaksa. Bapakmu mengusirku. Seorang pelayan yang menjalin asmara dengan anak majikan adalah kudis peradaban. Harus disingkirkan. 

Kau tahu, di punggung sejarah, cinta yang tulus adalah omong kosong. Bualan. Lelaki dan perempuan sering dipasangkan semata untuk meneguhkan kekuasaan dan kedudukan. Puteri raja dikawinkan dengan pangeran seberang supaya kerajaan bertambah jaya. Seorang anak dara dari keluarga terpandang dijodohkan dengan lelaki berharta dan berkedudukan demi marwah. Bagi mereka cinta itu ilusi, Lila. Hidup ini semata perniagaan.

Tapi tengok dirimu sekarang. Merana. Wajahmu ibaratkan pokok beringin yang meranggas. Lara menantikan musim penghujan. Padahal bersamaku, mungkin kita sudah menjelma kebun kecil yang sejuk. Tak mewah, tapi sedap dipandang mata. Kesederhanaan yang tulus berkali lipat lebih indah daripada kemewahan yang palsu. Itu kata kita. 

Belum terlambat, Lila. Larilah dari hari-harimu yang pengap. Tinggalkan suamimu. Apa yang lebih berharga di muka bumi ini daripada bahagia? Dan mana ada bahagia tanpa cinta? Walaupun terluka, semula aku masih berharap rumah tanggamu bahagia. Perlahan, kau mencintai suamimu. Tapi ia mengabaikanmu, tak memuliakanmu. Tak sekali dua kusaksikan ia bermesraan dengan perempuan lain. Orang sekampung pun sudah paham akan sifatnya yang mata keranjang.

Lari, Lila. Aku dulu memang pengecut. Tak berbuat apa-apa untuk mempertahankanmu. Sekarang, aku punya keberanian. Tinggal kutunggu anggukanmu, akan kujemput dirimu. Kali ini, biar cinta yang menang."

Sekali lagi Junaidi membaca surat pendeknya untuk Lila, perempuan dari masa sepuluh tahun lalu. Berbagai penggalan fragmen masa lalu berkelabatan, membuat sesak. Sorot mata Lila yang lesu dan penat setiap kali mereka berpapasan membuatnya serasa terkoyak-koyak. Suara-suara sumbang yang terbawa oleh angin tentang perbuatan suami Lila membuat luka lama seperti tergarami.

Entah berapa kali jarum jam berderap. Malam kian lindap. Junaidi menarik napas dengan berat, lalu dilepaskannya dengan lambat. Dengan sekali hentak, diremasnya kertas surat itu, lalu dibakarnya. Ini adalah surat yang sama yang telah ditulisnya puluhan kali. Selalu diremas dan dibakarnya. Ia selalu menyukai aroma kertas yang terbakar itu. Aroma yang membuatnya pedih sekaligus tenteram.

Lila sengsara. Ya. Selalu ada terbersit dalam pikiran Junaidi untuk menjadi pahlawan. Pikiran yang lalu menjadi puluhan surat untuk Lila. Tapi tak mungkin ia mengirimkan surat itu. Ada hati seorang perempuan yang tak hendak ia sayat. Istrinya. Seorang perempuan jelata yang dijodohkan Emak dengannya. Seorang perempuan yang terlihat bahagia bersamanya. Kalau memperturutkan kata hati, apa bedanya ia dengan suami Lila yang tak memuliakan perempuan? Biarlah miskin dan hamba sahaya, tapi bangsawan dalam perbuatan.  

Dalam keremangan asap dari kertas surat yang terbakar itu ia menangkap wajah Lila dan istrinya. Cinta bukanlah sebuah omong kosong. Tetapi ada masa ia mesti dipendam atas nama kebaikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun