Siang yang bising. Mesin pompa air menderita pendarahan. Kipas angin terserang gangguan pernafasan. Mungkinkah mereka juga telah terkena wabah?
Sepertinya hari ini tak akan sampai kepada malam.
Di ruang pertemuan virtual, orang-orang berebutan bicara. Tak ada yang mendengarkan. Mungkin karena memang tak ada yang perlu didengarkan. Seperti juga mungkin tak ada yang perlu dibicarakan. Kau yang sedang belajar ilmu hikmah bergumam, "bukankah wabah ini memang datang untuk diheningkan?"
Tampaknya hari ini tak akan sampai kepada malam.
Kau mencariku di tengah kebisingan itu. Kau jadikan aku kata kunci pada berbagai mesin pencari. Kau longok semua lorong digital. Kau sapa siapa saja saat berpapasan di ruang obrolan. Kepada diam yang masih tersisa kau bagi kerisauanmu atas sebuah janji makan malam virtual denganku.
"Tapi sepertinya hari ini tak akan sampai kepada malam," cemasmu
Haruskah kutitipkan pesan kepada siang, mesin pompa air, atau kipas angin bahwa aku tak pernah ke mana-mana? Aku masih berada jauh di bawah sadarmu dan akan mudah ditemukan bila kau menyerahkannya kepada keheningan. Atau kubiarkan saja kau terus mencari, meski tak akan sampai hari ini kepada malam?