Mohon tunggu...
Bang Kemal
Bang Kemal Mohon Tunggu... -

Acuan kerangka awal, pelajaran SD/SMP, berpancasila. Hehe...seorang awam yang mau belajar. Terima kasih Kompasiana, Terima kasih Netter se-Indonesia. Mari berbagi........... dalam rumah yang sehat dan SOLID.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rahasiamu Rahasiaku

6 Februari 2012   03:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:00 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Kabur lagi, kabur lagi. Kapan aku bisa jewer telingamu Dessy Pujiastuti? Hayo mau kemana?" Terdengar suara Kondrad berat menahan beban di hati.

Dessy yang merasa jengah akhir-akhir ini dengan situasi serius yang di reka Kondrad, terdiam. Ia menggeserkan laptop Kondrad tanpa sungkan-sungkan lagi, tepat di depannya. Sementara Kondrad menulusuri suasana di ruang hati Dessy.

"Kebiasaan kalau bertemu, antusiasmu meluap-luap membongkar rahasia di balik tirai-tirai kalimatku. Ah, entahlah. Suka-sukamu saja mengandaikan mereka adalah gambaran sosokku ke alam bawah sadarmu. Yang terbayang di benakku sekarang, sebuah cerita roman lama filsuf dengan psikolog. Karena arogansi intelektual, mereka sulit sekali mencairkan komunikasi yang lama meregang kebekuan. Setiap satu saja ucapan, tak berbeda untuk satu saja perlakuan, lahirlah lembaran panjang naskah kritikan. Naskas lengkap yang tiada lagi tercela di atas celaan, demi citra pengetahuan penulis adalah sempurna. Seolah-olah terbaik sejagad raya, sepanjang sejarah. Diam pun mereka saling membedah karakter masing-masing pasangannya. Yang satu mengusung kekuatan deduksi, menarik semua nilai seperti gaya sentripetal. Tertutup pengecualian, semesta harus masuk dalam cakupan. Yang lain sentrifugal dengan teori-teori kemungkinan. Hanya meriset beberapa kasus, sudah berani mengambil kesimpulan absolut. Tertutup pengecualian, seluruhnya harus kena dengan klaim sama. Egoisme sembunyi di balik sekat-sekat kebenaran. Kebenaran menjadi tangga-tangga berkasta. Saat terjadi titik temu, sesaat itu pula berlalu menjauh. Alam pikiran terbawa arus keras lautan praduga, dan mengalahkan tekanan rindu yang menggunung. Setelah bertahun-tahun setia bertahan, akhirnya terungkap latar belakang mereka. Tidak ada satupun yang mendukung kualifikasi akademik. Titik temu keterbukaan membuka kunci akhir epolog dengan manis."

"Nah ini dia. Terbukti. Cubit saja yang ada di desktop ini." Dessy kaget menemukan wajahnya sendiri.

"Lho, karya tulis itu bisa ditepis cukup dengan satu sentuhan jari. Tapi yang ini? no way. Laptopku ambek-ambekan kalau ada yang kotak-katik. Dia memang benda mati yang sudah diprogram. Jika diklik A, hasilnya tetap A. B, ya tetap B. Konsisten dan setia habis-habisan. Harga mati sebelum dirinya tergantikan. Tidak ada celah kesempatan bagi kritikan atau keraguan. Karena kemampuan terapannya sangat tinggi. Hem, berbanding terbalik dengan yang sering hang alias plin-plan. Tugas mulia memberi sinyal, senyummu tidak akan tertandingi. Walaupun dengan wallpaper seni karya kontemporer." Intonasi Kondrad meninggi dengan kiasan memaksa.

Diam-diam Kondrad merasa bersalah. Hampir semua foto facebook Dessy, termasuk sahabat dan keluarganya di-download. Jangan-jangan kagum akut tetapi malu-malu mengakui. Campur aduk dengan sedikit perasaan sesal.

"Hanya? hanya demi itu?" Dessy menyidik maksud tersirat.

"Tentunya tidak sayangku. Ini sekedar konfirmasi dasar. Semua penilaian tidak perlu aku bantah. Setidaknya setelah sejenak kurenungkan alasan keseluruhan. Tidak ada pengaruh karena satu kata, setia. Gitu Dessyyyyyy. Bukankah semua ini berawal dari ucapanmu? Dirimu tidak perlu dipahami. Nah, demikianlah sebaliknya diriku kepada dirimu. Hayo, apa lagi."

"Oh gitu? Oke abangku. Dua kali aku sudah menegaskan ini ya. Ambillah semuanya. Kalau harus seolah-olah itu sungguhan demi harta inspirasimu, besok kububuh terasi berbuih-buih di permukaan air kopi. Maksudku ada satu pemintaan bersyarat. Percaya diri dan jujur modal dasar brand activation abang." Dessy tanpa sadar terbawa gaya bicara Kondrad. Mengambang dan mengena. Serius sekaligus ingin melucu. Akhirnya terasa hambar karena bukanlah watak dirinya.

"Duh, mengapa mesti takut? itu juga masih berbentuk delusi. Mari pertama kita bertanya. Memangnya kita ini siapa? Diriku juga sama. Sesuatu yang belum terjadi, meskipun bunga di hati terbang ke teras surga. Itu artinya sayap-sayap kecil sekeras baja, tidak mungkin patah menuju......?"

"Eit, eit, hati-hati berbicara hati ya!" Dessy protes keras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun