Mohon tunggu...
Bang Kemal
Bang Kemal Mohon Tunggu... -

Acuan kerangka awal, pelajaran SD/SMP, berpancasila. Hehe...seorang awam yang mau belajar. Terima kasih Kompasiana, Terima kasih Netter se-Indonesia. Mari berbagi........... dalam rumah yang sehat dan SOLID.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Khidmat Gerhana, Serunai Kembang

17 Maret 2011   08:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:43 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ujung mantram melafal, dalam lunglai sesaat,
kala kesyahduan menggayuti waktuku, di sana...
dalam keranjang bayi kecil di sisi sungai,
ku tangkaskan kaki berkibar menantang langit
Mentari gelarkan tanda tanda kembali kepada kemurnian jiwa
Malaikatmu satukan selaksa hikayat tersimpan rapi dengan pelukan pagar alam
kesia-siaan ? selama mencari keabadian ?

Sang Jagat telah menjulur lidah
cicipi setetes manisan madu di dahaga mantram,
lalu meminta lembayung senja,
menjadi belukar darah pengingkaran siang demi siang berganti ?
Telanjangi gerhana matahari, usai sudah
retina afirmasi yang tersayat jilatan fotosfer berdalil,
tanggailah jiwa dengan kaca kaca sublimasi
hanya itu.. hanya itu..

Sampai lumuran darah tak kunjung mengering
beninglah getah api yang menghakimi kodrat waktu

Ujung mata menatap, dalam khidmat sesaat,
kala dawai harpa berbusur pelangi dentingkan kenanganku, di sana...
dalam lengkung langit bersaujana,
ku layarkan butiran peluh mengejar pangkuan hujan
Mentari telah bentangkan kedua tangan karena kesetiaan janji
Malaikatmu telah busungkan dadaku dengan percikan mirakel dari guha harta abadi
takluk ? selama jantung berlari ?

Sang Bulan malu menjulur lidah
cap, cap, titis titis embun beningkan jiwa di tilikan mata,
lalu meminta senandung rumput pagi,
menjadi gemuruh runtuhan gletser malam berlalu ?
Telanjangi gerhana bulan, usai sudah
merah dan jingga adalah perisai makna bestari
markahilah lekuk lekuk nalar dengan candrasa hati
hanya itu.. hanya itu..

Sampai lumuran darah tak kunjung mengering
beninglah getah api yang menghakimi kodrat waktu

Pergilah........ tegar setegar angkasa astral
Pergilah........ hembuskan nafas dunia dari mulut gerhana
Sesungguhnya, sabda alam tak akan ratapi cabaran bala di kawah kawah mimpi,
hanya karena di dalam tanganNya,
ku persembahkan doa doamu beralas ranting ranting madah syukurku,
selalu.. khusyukku selalu...
Gerak serunai kembang kebebasan,
jika memang aku awanmu* atau,  b u k a n .


Catatan ; ...menakar sebuah surat tertanda tahun 1926.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun