DKI sampai saat ini masih tempat perputaran uang terbesar di Indonesia. Kalau tidak salah Kadin pernah bilang 70% uang di Indonesia berputar di Jakarta. Padahal pendapatan negara berasal dari luar DKI. Jangankan hasil bumi, bahkan pabrik-pabrikpun lokasinya kebanyakan bukan di DKI lagi. Jakarta hanya tempat transaksi dan pembuat keputusan baik perusahaan negara maupun swasta.
Sewaktu saya kerja di perusahaan cargo di Medan saya sering handling kiriman dari Jakarta untuk Medan. Sering sekali yang dihandling barang-barang yang bisa diproduksi di Medan yang tentunya bisa juga diproduksi di kota-kota tujuan lain. Misalnya barang-barang cetakan yang dipakai sebagai alas nampan/tray atau flyer-flyer yang dipakai restoran-restoran fast food franchise. Jangan bilang takut warnanya beda. Saya cukup ngerti barang cetakan begitu. Tinggal kirim sample dan formatnya dalam bentuk cd dan naik cetak setelah approval. Padahal ongkosnya jauh lebih mahal dengan cara cetak di Jakarta dan dikirim ke kota-kota lain.Â
Apalagi menggunakan cargo udara. Saya berpikir, si purchasing manager 'cair' banyak nih! Bayangkan, seluruh keperluan di kota lain diteken oleh satu orang. Ada berapa banyak seperti itu. Teman saya malah mengirimkan backdrop panggung dari Jakarta ke Medan yang bergambar/bertuliskan brand rokok sponsor suatu acara dengan biaya kirim 8 juta. Padahal itu cuma print diatas bahan MMT seperti yang banyak dipakai di kota-kota besar.Â
Bahkan stasiun tv-pun semuanya berkantor di Jakarta. Berita dari luar Jakarta kebanyakan cuma dikirim oleh kontributor. Biaya hidup di Jakarta bedanya tidak terlalu jauh dari luar Jakarta. Makan di warung cuma beda 2-3 ribu perak per piring. Yang sangat berbeda adalah kontrakan tempat tinggal dan ongkos di jalan. Wajar, penduduknya padat. Di Bandung kontrakan rumah juga mahal, tapi ongkos murah karena jarak yang tak terlalu jauh.
Langkah pemerintah saat ini sudah bagus dengan melakukan banyak pembangunan diluar Jakarta. Tapi langkah ini harus dibarengi dengan kesadaran rakyat. Kalau setiap orang kaya diluar Jakarta beli rumah, apartemen dll. di Jakarta uangnya kembali lagi ke Jakarta. Orang Jakartapun sebenarnya banyak yang bukan benar-benar orang Jakarta. Bisa dilihat dari arus mudik saat Lebaran.
Tapi mereka juga berinvestasi di Jakarta. Padahal di Jakarta harga rumah sudah mencapai puncaknya dan sulit naik. Bahkan ada beberapa lokasi yang cenderung turun akibat banyaknya perumahan & apartemen baru. Banyak yang tertipu dengan 'harga pasaran'. Property bukan seperti emas yang bisa dijual kapan saja sesuai harga pasaran. Diluar Jakarta harga property masih bisa naik signifikan.
Jumlah kendaraan di Jakarta paling banyak se-indonesia. Ada 600 ribu mobil & 1,2 juta sepeda motor saat ini. Tidak heran, gaji di Jakarta paling tinggi se-Indonesia dan harga mobil baru juga lebih murah dibanding daerah lain. Padahal jalanan Jakarta macetnya sudah sangat parah. Kalau dulu macet hanya di titik tertentu, sekarang hampir semua jalanan ada macetnya. Heran juga saya melihat orang Jakarta yang beli mobil sampai miliaran.
Mau dibawa kemana itu mobil? Jadi yang paling banyak menikmati subsidi bensin itu orang Jakarta. Dibakar dalam kemacetan. Untung sekarang subsidi bensin sudah dikurangi. Jakarta terus membangun jalan & transportasi umum untuk mengurangi kemacetan. Tapi orang Indonesia masih manja. Yang pakai transportasi umum masih kebanyakan orang yang belum punya mobil. Kalau tak merubah kebiasaan sampai kapanpun macet Jakarta takkan berkesudahan.
Sekarang pemerintah jor-joran bangun infrastruktur diluar Jawa. Mudah-mudahan bisa mengurangi minat orang pindah ke ibukota.
Kita dianugerahi Tuhan tanah yang sangat subur dan cuaca yang baik. Harusnya kita jadi ahli pertanian. Cina yang rakyatnya 1,5 miliar tanahnya yang bisa ditanam cuma 11% dari luas negerinya. Harusnya petani kita kaya, yang terjadi sebaliknya. Yang main harga bukan petani, tapi tengkulak.
Mudah-mudahan orang-orang kaya di Jakarta mulai memindahkan investasinya ke kota asal masing-masing. Itu lebih baik untuk anak cucu mereka. Kota yang terlalu besar juga tidak baik bagi pertumbuhan anak.