Pasca bencana tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004, banyak hal berubah di provinsi yang dikenal sebagai Serambi Mekkah ini. Kehancuran fisik, kehilangan nyawa, dan trauma psikologis menyelimuti masyarakat Aceh. Namun, dari reruntuhan tersebut muncul sebuah komunitas yang unik, sebuah kelompok santri muda yang tidak hanya membawa pesan spiritual tetapi juga semangat kebangkitan di kalangan anak muda Aceh. Mereka adalah Geng Sufi (GS) "The Six Pillars of GS" Â mrupakan kelompok santri millennial yang berhasil menyatukan dua konsep yang tampak bertentangan---"gang" dan "sufi"---menjadi simbol perjuangan spiritual dan sosial bagi generasi muda.
Pada Hari Santri Nasional (HSN) 2024, GS kembali tampil dalam sorotan sebagai panutan santri millennial, membawa pesan bahwa spiritualitas dan kehidupan modern bisa bersatu. Melalui serangkaian acara, diskusi, dan refleksi pada momen HSN, GS berhasil menunjukkan bahwa warisan tasawuf yang mereka anut dapat diterapkan dalam konteks dunia millennial yang serba cepat dan dinamis. Perjalanan mereka dari korban tsunami hingga menjadi ikon kebangkitan santri millennial terus menggema, terutama pada HSN yang selalu menjadi momentum penting untuk menegaskan peran santri dalam membangun bangsa.
Nama "Geng Sufi" sendiri sudah mengundang kontroversi sejak awal terbentuknya. Di satu sisi, istilah "gang" sering kali diasosiasikan dengan konotasi negatif, seperti pemberontakan atau kelompok anak muda yang kurang disiplin. Di sisi lain, "sufi" merujuk pada kelompok mistik Islam yang berfokus pada kedekatan dengan Tuhan melalui pengendalian diri dan perenungan spiritual. Namun, anggota GS berhasil menyatukan kedua konsep ini menjadi komunitas yang tidak hanya berani tampil beda, tetapi juga menjadi contoh bagi santri millennial di Aceh.
Momentum HSN 2024: Refleksi dan Kebangkitan Santri
Momentum Hari Santri Nasional 2024 menjadi saat penting bagi GS untuk kembali merayakan semangat kebangkitan spiritual dan sosial yang mereka anut. Dalam peringatan HSN ini, GS mengangkat kembali nilai-nilai perjuangan santri terdahulu yang dengan gigih mempertahankan nilai-nilai Islam, sambil memadukan dengan tantangan yang dihadapi generasi millennial. Dengan semangat keberagaman dan gotong royong, GS tampil di berbagai forum, mengisi diskusi, serta berpartisipasi dalam acara-acara HSN di berbagai daerah di Aceh, termasuk di komunitas-komunitas dayah.
Pada HSN 2024 ini, GS menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara spiritualitas dan kehidupan modern. Mereka mengingatkan bahwa menjadi santri millennial bukan berarti meninggalkan tradisi tasawuf, tetapi justru menerapkannya dalam konteks yang lebih relevan dengan dunia hari ini. GS menegaskan bahwa santri tidak hanya memiliki peran penting dalam menjaga moralitas bangsa, tetapi juga dalam memberikan solusi nyata terhadap berbagai masalah sosial melalui pendekatan spiritual dan intelektual yang kuat.
Latar Belakang Terbentuknya Geng Sufi
Geng Sufi lahir dari semangat kebangkitan pasca tsunami. Ketika Aceh dilanda bencana besar, kehancuran fisik yang terjadi bukanlah satu-satunya masalah. Trauma psikologis yang mendalam dialami oleh masyarakat, terutama anak muda yang kehilangan arah dan harapan. Dalam kondisi inilah GS muncul sebagai respons kreatif dan spiritual terhadap bencana tersebut. Mereka membawa pesan optimisme, perbaikan diri, dan kebangkitan melalui ajaran agama, terutama tasawuf yang mengajarkan kesederhanaan, kesabaran, dan kedekatan kepada ilahi
Dipimpin oleh enam santri pilihan yang memiliki latar belakang pendidikan agama yang kuat, GS menjadi simbol perlawanan terhadap pesimisme yang melanda pasca tsunami. Mereka adalah Tgk Helmi Abu Bakar El-Langkawi, Tgk Zarkasyi, Tgk H. Mukhlisuddin Lamlo, Tgk Ahyar M. Gade, Tgk Sayuthi  Nur Al-Hadi, dan Tgk Ridwan Husen (sering disebut Gus RDH). Masing-masing dari mereka membawa spesialisasi dan keunggulan tersendiri, baik dalam bidang dakwah, pendidikan, maupun penyuluhan sosial.
Nama dan Identitas Kontroversial