Sejak melihatnya, saya pun sudah mulai tertarik untuk mencicipinya. Tak heran, hati ini bertekad, suatu hari nanti saya akan membelinya, membawanya pulang ke rumah, mencicipinya bersama istri untuk menu buka puasa. Hmmm, indah nian yang kubayangkan.
Yup, bubur sumsum yang dicampur candil telah menggodaku. Memang, saya sudah lama tidak pernah lagi mencicipi bubur sumsum. Saya pun tidak ingat lagi, kapan terakhir saya menyantap yang namanya bubur sumsum.
Dan ternyata, bukan hanya saya saja yang tergoda dan tertarik sama si bubur sumsum ini. Lihat saja, setiap sore sekitar jam 4 sore, ketika tukang bubur sumsum ini mangkal, para pembeli pun datang silih berganti memesan bubur sumsum. Tak ayal, tukang bubur pun kelabakan, dengan hanya mengandalkan dirinya sendiri plus dengan dua tangannya, yang berusaha dengan cekatan membungkus bubur sumsum. Tak ayal juga, tukang bubur pun mendapatkan cemberutan dari pembeli karena datang duluan, tetapi dilayani belakangan. Ya, apapun itu, lelah dan letihnya melayani pembeli, terbayar ketika dagangannya habis dalam waktu tidak terlalu lama. Sekitar jam setengah 6, lapaknya pun sudah selesai dibereskan. TUTUP.
Dari segi rasa, bubur sumsum ini masih bisa diterima pada setiap kalangan. Dari segi harga pun masihlah terjangkau, tidak perlu merogoh kantung terlalu dalam, cukup dengan Rp3.000 kita pun sudah mendapatkan satu paket bubur sumsum, lengkap.
Dan Alhamdulillah, kala buka puasa jum'at kemaren (20/08), saya pun telah (berhasil) bisa mencicipinya dengan sang istri. Hmm, enak..... ^_^
Oh ya, sang tukang bubur sumsum biasa mangkal di Jalan Babakan Raya-Dramaga, persis depan Warnet Yasmin, sebelah kantor Desa Babakan-Dramaga-Bogor
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H