[caption caption="okezone.com"][/caption]Suhu politik DKI kian memanas, meskipun baru setahun lagi Pilkada dilaksanakan. Sangat dimaklumi karena DKI Jakarta merupakan etalase Indonesia, pusat bisnis dan politik dan tentu nya APBD terbesar se Indonesia. Maka tak heran pilkada DKI mneyedot banyak perhatian, tak terkecuali saya yang mendadak jadi “pengamat” dan mencoba menganalisa nya.
Banyak analis mencoba meramalkan jalan nya pilkada kedepan, saling adu argumen dan mencoba saling mempengaruhi satu sama lain, membuat pilkada yang masih setahun lagi semakin menarik untuk diikuti. Ada yang pro independen, ada yang pro partai, semua dengan argumen masing masing.
Saya secara pribadi mendukung Ahok lewat jalur Independen dengan dukungan Parpol. Setiap pilihan tentu punya resiko, dan semua keputusan harus ditimbang secara matang baik oleh ahok, relawan ahok, partai politik, dan calon lawan ahok. Tapi buat rakyat, Ahok Maju secara independen dengan “Dukungan Ikhlas” Parpol adalah jalan tengah untuk kemakmuran rakyat.
Meramalkan Pilkada DKI 2017, agaknya masih harus berkaca pada Pilkada DKI 2012 dan Pilpres 2014. Apa benang merah pilkada DKI dengan Pilpres 2014? Jawaban nya adalah kekuatan masif relawan disertai propaganda media. Yup, biang keladi Jokowi-Ahok menang pilkada DKI 2012 dan kemenangan Jokowi-JK di Pilpres 2014 dalah masif nya dukungan para relawan dan media, yang secara dramatis mengalahkan mesin parpol.
Pada 2012, saat Jokowi-Ahok bertarung di pilkada DKI, mereka yang popularitas dan elektabilitas nya jauh dibawah foke-Nara (incumbent) menang dramatis dalam 2 putaran. Kalu dipikir – pikir, hampir mustahil mengalahkan Foke Nara, Foke seorang Incumbent, tidak merasa haram menggerakan Birokrat DKI, didukung demokrat sebagai pemenang pemilu, dan tentu modal uang yang luar biasa untuk iklan sana sini (tak tertutup kemungkinan bagi bagi uang). Dan pada putaran kedua, semua parpol mengeroyok Jokowi-Ahok dengan PDIP-Gerindra yang masih partai gurem di Jakarta saat itu. Kenyataan diatas layaknya cerita epik Daud vs Goliath di Alkitab.
Banyak kalangan yang menganalisis dan memberi saran pada ahok dengan melihatnya secara parsial. Maksud saya adalah banyak pihak yang nyinyir bahkan pesimistis, apakah hanya dengan mengumpulkan KTP ahok bisa maju dan menang pilkada? mereka mencoba mengingatkan gagal totalnya jalur independen pada 2012. Memang pada 2012 ada calon independent lewat pengumpulan KTP, tapi ingat para calon independen itu absen dalam hal relawan militan dan dukungan media yang masif. Ada yang menyarankan jalan aman lewat parpol, itu benar tapi Jika Ahok lewat parpol, pastinya membuat relawan militan (sudah mengumpulkan KTP hampir 800 ribu secara sukarela dan swadaya) akan kecewa.
Partai pemenang di DKI dan satu satu nya yang merasa bisa mengusung sendiri jagoan nya, merasa sakit hati, merasa direndahkan, dan diinjak injak harga dirinya oleh ahok, setelah Ahok mengultimatum partai tersebut untuk menunjukan sikap politiknya. Apakah mendukung ahok atau tidak? Saya merasa PDIP harus berhati hati dengan keputusan nya. Tentu sikap ahok yang berani mengultimatum partai sekelas PDIP sudah mempertimbangkan masak masak dan melihat militansi relawan nya, yang bahkan tak mempermasalahkan Ahok untuk tidak cuti selama masa kampanye, karena para relawan sudah siap membackup Ahok.
Saat Ini era nya perang opini, Internet, sosmed, dan mass media, partai yang terlembaga sekalipun akan mudah tergilas olehnya. Kampanye politik tak ubahnya pemasaran produk. Setiap produk tentu harus ditawarkan secara menarik, kreati dan menguntungkan konsumen. Silahkan bandingkan pada 2012 lalu kampanye relawan atau partai kah yang menarik dan kreatif, bagi para pemilih? Lihat spanduk, stiker, pin, bahkan membuat video yang sangat kreatif dan menarik, sedangkan kampanye parpol gak lebih dari serangan fajar dan bagi bagi sembako. Jadi kalau mau jujur, yang kata nya “Mesin Partai”paling ahli hanya bagi bagi duit dan sembako.
Jadi jika melihat kenyataan saat Ini, hanya Ahok yang sudah punya dukungan real relawan dan juga dicintai media. Sejarah akan terulang, PilKada 2017 penentu kemenangan masih tetap relawan dan media. Jadi Untuk PDIP, apakah mau menjadi banteng yang masuk kedalam lubang seperti unta yang bodoh?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H