Dalam tradisi masyarakat Jawa setiap menyambut anak pertama dilakukan kenduri atau selamatan. Kenduri ada yang dilakukan pada usia kehamilan empat atau tujuh bulan.Â
Masyarakat biasa menyebutnya dengan Kebukan, Mitoni atau Tebus Weteng. Banyak hal yang harus dipersiapkan seperti Cengkir Gading, Labu Panjang, Bunga Tujuh Rupa, Rujak dan masih banyak lainnya. Setiap benda yang tersaji punya makna dan filosofi masing-masing.Â
Kelapa gading yang dihias Kamajaya agar bayi kelak lahir memiliki paras yang ganteng dan berbudi luhur. Sedangkan Labu panjang yang dihias Dewi  Ratih akan lahir dengan paras yang cantik dan berbudi pekerti yang halus sehalus Dewi Ratih.Â
Sedangkan Kelapa Gading yang direndam dengan air bunga dan uang koin berharap jika anak yang lahir laki-laki akan memiliki jiwa ksatria, kokoh pendiriannya, bertanggungjawab dan memiliki nama besar. Sedangkan benang lawe atau janur kuning yang dipotong mempunyai makna mematahkan bencana yang menghadang kelahiran sang bayi.Â
Begitu juga simbol-simbol yang lain seperti tumpeng yang mempunyai makna untuk leluhur. Bubur atau Jenang merah putih yang melambangkan benih pria dan wanita yang berwujud bayi akan lahir.Â
Nasi Gedangan melambangkan calon bayi dalam keadaan segar bugar. Dawet agar bayi dilahirkan lancar tidak ada gangguan. Kain tujuh rupa bayi yang dikanding sehat sampai siap dilahirkan. Sedangkan telor sebagai penanda jika telornya pecah anaknya perempuan sedangkan jika tidak anak yang dilahirkan laki-laki.Â
(KBC-54|Kompasianer Brebes Jateng|)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H