Setiap tanggal 16 Agustus malam kami selalu mengadakan malam tirakatan menjelang detik-detik proklamasi bersama aparat desa, sesepuh, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, alim ulama dan perwakilan masyarakat.Â
Tirakatan atau renungan kami isi dengan doa dan napak tilas sejarah perjuangan para leluhur pendiri negeri ini. Sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT atas anugerah kemerdekaan selalu tersedia tumpeng sebagai sajian konsumsi untuk dinikmati bersama yang hadir. Banyak falsafah dan simbol dari nasi tumpeng sebagai sajian acara-acara sakral di negeri ini.
Tumpeng merupakan  bentuk representasi hubungan antara Tuhan Sang Pencipta  dengan manusia sebagai ciptaanNya (Hablum Minallah) dan manusia dengan sesamanya (Hablum Minannas)
Nasi tumpeng yang dibuat secara horizontal melambangkan hubungan antar sesama ciptaan Tuhan, sedangkan bentuknya yang mengerucut seperti gunung menandakan kekuasan tertinggi ada pada Kuasa Allah, dan kita sebagai hamba wajib menyembahnya.Â
Sebagai makhluk ciptaan kita wajib bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa dan menjalin kerjasama, hidup berdampingan dengan makhluk ciptaanNya. Macam dan rupa lauk pauk yang tersaji merupakan gambaran bahwa makhluk hidup yang ada didunia ini berbagai karakter dengan berbagai persoalan juga, namun ketika disatukan akan menjadi satu kekuatan yang dasyat.
Arti Tumpeng sendiri sangat relevan dengan falsafah semangat masyarakat Indonesia yaitu dari katayen meTU kudu MePENG yang punya arti kalau kita keluar harus sunggug-sungguh atau semangat.
Semangat kebersamaan dan gotong royong sudah menjadi ciri khas masyarakat Indonesia sehingga masyarakat kita bisa hidup berdampingan dengan berbagai perbedaan. Kondisi alam, beratnya tantangan hidup bisa diatasi karena kesungguhan dan semangat masyarakatnya. Sehingga bisa terwakili oleh falsafah tumpeng, sebagai simbol semangat dan kebersamaan.
Macam dan Rupa lauk pauk tumpeng yang berjumlah 7 mempunyai makna Pitulungan atau Pertolongan