Mohon tunggu...
Bang Auky
Bang Auky Mohon Tunggu... Freelancer - KBC 54|Kompasianer Brebes Jateng| Golet Jeneng Disit Mengko Jenang Teka Dewek

Pariwisata adalah locomotif ekonomi baru dimana banyak gerbong yang mengikuti dari UMKM, Transportasi, Pemandu Wisata, Hotel dan Restoran, Seniman, Souvenir dan mitra-mitra pariwisata yang lain.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Juadah Pasar, Hidangan Sesaji yang Masih Bertahan

21 Maret 2020   12:30 Diperbarui: 21 Maret 2020   12:39 1616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi : Penjual Juadah

Buat kita yang tinggal di daerah atau pedesaan masih memegang adat tradisi dan menjalankan ritual.  Tentu sangat akrab dengan Juadah atau hidangan yang terdiri dari berbagai jenis pisang,  kuwe kering,  tembakau atau cerutu. Juadah biasanya disandingkan dengan nasi liwet,  berbagai jenis minuman seperti kopi, teh,  air putih dan arang-arang kambang (minuman yang dicampur rengginang).    Ditambah lagi singkong bakar,  gula merah dan setanggi atau kemenyan. 

img-20200321-092947-5e75a0f4097f362a095e5de2.jpg
img-20200321-092947-5e75a0f4097f362a095e5de2.jpg
Juadah banyak digunakan dalam berbagai kegiatan,  dari hajatan sampai membangun rumah atau sesaji di malam jum'at. Saat membuat rumah,  juadah dipakai saat buat pondasi dan pasang wuwungan atau istilahnya unjuk-unjuk.  

Juadah banyak dipasang pada saat hajatan,  di sudut-sudut rumah,  di sumur, dapur dan dibawah Damar Panggung. Tujuannya untuk menghormati leluhur dan minta keselamatan. 

Juadah banyak dijual di pasar tradisional di los pedagang pisang atau pedagang kembang. Harganya variatif antara 5.000 - 10.000 tergantung isinya.  Dan dari dulu sampai sekarang isi juadah tidak berubah,  walau sekarang banyak makanan yang enak. 

Penjual juadah akan tetap ada selama masyarakat masih memegang teguh adat dan tradisinya. Walau kehidupan sudah modern dan pemahaman agama juga makin meningkat,  tetapi terkadang kita masih gamang untuk melaksanakan atau meninggalkannya.  

Perasaan tidak enak pada orang tua atau menghormati keluarga besar yang mendorong kita melaksanakannya. Kita kembalikan lagi pada individu masing-masing,  semoga tulisan ini bermanfaat. (KBC-54|Kompasianer Brebes) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun