Kalau bicara soal artis ternama tentu masing-masing orang memiliki idolanya tersendiri. Bagi cewek, lumrah kalau idolanya adalah artis cowok yang ganteng. Lihat saja Bibi Erry, anggota #BloggerBDG #KBandung yang begitu kental dengan gaya tulisannya yang sedikit-sedikit 'nendang kulkas'. Dia begitu nge-fans sama artis cowok Korea, Lee Min Ho. Oya, perkenalkan dulu kalau #BloggerBDG adalah hashtag terkenal dari sebuah grup blogger asal Bandung. Meski bukan komunitas tapi asyik-asyik aja kalau ngumpul di grup fesbuk itu. Sedangkan #KBandung adalah hashtag ternama dari sebuah komunitas regional Kompasiana yang berasal dari Jawa Barat. KBandung [@ka_BDG] sendiri bisa merupakan singkatan dari Kompasianer Bandung tetapi bisa juga berarti Ka Bandung (Bahasa Sunda) yang, artinya 'Ke Bandung'.
Sedangkan bagi cowok, tentu idolanya adalah artis cewek yang cantik. Sosok itu? Hanya ada satu nama, yaitu YUI. Meski katanya banyak cowok yang begitu tergila-gila pada Raisa, ia tidak terlalu peduli. Bahkan, jika dibandingkan dengan Raisa, lebih baik memilih Risha. Lho, siapa Risha? Bagi yang belum kenal dan belum tahu, baiklah sosok itu akan menceritakannya di sini. Jadi, Risha itu cantik, ini sudah pasti. Dia sederhana, dan sifat ini adalah harapan semua cowok. Sudah cantik, sederhana, dan ternyata ... dia juga sehat. Three point! Gol! Kalau makanan, mungkin sosok itu akan mengatakan, "Yummy!" | #Ehm | Oke, ada lagi? Ternyata ada. Risha juga bisa dibongkar-pasang, lho. Hah?! Memang Risha ini sejenis apakah? Risha memang bukan cewek, wanita, atau perempuan. RISHA di sini menggunakan huruf kapital karena merupakan singkatan dari “Rumah Instan Sederhana Sehat”. Yup, RISHA adalah salah satu inovasi desain dari hasil kajian Pusat Litbang Permukiman, berkaitan dengan rancangan teknologi konstruksi bangunan rumah tinggal dengan sistem bongkar-pasang/knockdown dengan komponen-komponen yang dibuat secara pabrikasi. Desainnya sendiri katanya mengacu pada ukuran modular dan ditujukan untuk mendukung Kepmen Kimpraswil No. 403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Rumah Sederhana Sehat (RSH). Ish, formal sekali. Yup, tentu saja karena bagaimana pun faktor legalisasi itu penting. Sistem RISHA diharapkan dapat digunakan dalam penyediaan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah, rumah swadaya, serta memungkinkan diterapkan dalam menangani perumahan pengungsi, rumah darurat, bahkan dapat digunakan untuk bangunan tidak permanen. Mantaaap! [caption id="attachment_383798" align="aligncenter" width="550" caption="Tiga pembicara dari Kemen-PUPR dan moderator Mbak Wawa"]
[/caption] Nah, mengapa ujug-ujug sosok itu langsung membicarakan tentang si RISHA ini? Alhamdulillah, ia pada hari Kamis kemarin (7/5/2015) bersama kawan-kawan
#KBandung diundang oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk mengikuti Kolokium yang bekerjasama dengan Kompasiana Nangkring. Intinya mereka ingin menjelaskan bahwa telah ada teknologi tepat guna yang sudah bisa diterapkan untuk masyarakat. Ada banyak teknologi yang berhasil mereka ciptakan dan bisa dilihat pada pameran yang berlangsung di Grha Wiksa Praniti seperti penerapan
sub-reservoir air hujan dan pengolahan air limbah. Air hujan bisa disimpan dan digunakan, begitu pula dengan air sungai yang kotor masih bisa difilter dan dimanfaatkan. Intinya pemerintah memang ingin benar-benar mewujudkan
Program Pemukiman 100-0-100, yaitu 100% akses air minum, 0% luasan kawasan kumuh, dan 100% sanitasi yang layak. Tidak hanya diskusi, tetapi sosok itu juga dimanjakan dengan perjalanan menuju Desa Sindang Pakuon, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang untuk melihat pengolahan air Sungai Citarik yang keruh menjadi air siap minum tanpa dimasak dan tentu saja ... pembuatan panel yang merupakan bagian dari Sistem RISHA. Inilah yang menjadi perhatian utama sosok itu.
Yup, panel-panel inilah yang menjadi tokoh utamanya. Gedung Serba Guna atau
Multipurpose Building yang terdapat di Desa Sindang Pakuon itu adalah sebuah bentuk dari
workshop sederhana yang tidak hanya membuat panel-panel tersebut tetapi juga sebagai kawah candradimuka pelatihan SDM mulai dari perakitan besi, pengecoran, hingga instalasi struktur. Dan mereka pun berhasil membuat gazebo, tempat duduk sederhana, MCK umum, bangunan sekolah, dan juga rumah. RISHA terbukti memiliki beberapa keunggulan, seperti lebih cepat, lebih murah, lebih ramah lingkungan, lebih tahan gempa, lebih ringan, dan tentu saja dapat dibongkar-pasang alias
knockdown. Sistem RISHA terbukti tahan gempa karena terlahir dari penelitian yang dilakukan BALITBANG PU dan tentu saja sudah lolos uji coba Kehandalan Bangunan/
ECOTEST dengan beberapa pengujian. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian struktur komponen (uji tekan, uji geser, uji lentur, uji skala penuh), pengujian bahan, dan pengujian kenyamanan. Pembangunan rumah dengan Sistem RISHA terbilang lebih cepat karena panelnya sudah pre-cast, sehingga hanya tinggal merangkainya saja menjadi tulang-tulang struktur bangunan. Panel-panel ini terbagi menjadi 3 (tiga) macam dengan istilah P1, P2, dan P3. Panel P1 dan P2 hampir mirip. Keduanya memilik panjang yang sama tetapi hanya berbeda pada lebarnya saja. Dengan ketebalan 2.5 cm dan panjang 120 cm, panel P1 memiliki lebar 30 cm sedangkan panel P2 memiliki lebar 20 cm. Panel P3 adalah panel penyambung yang berbentuk siku (L), yaitu dengan ketebalan 2.5 cm, panjang dan lebar masing-masing 30 cm. [caption id="attachment_383799" align="aligncenter" width="550" caption="Panel P1, P2, dan P3, beserta aplikasinya"]
[/caption] Kalau strukturnya sudah selesai dirangkai (yang katanya hanya memerlukan waktu satu hari saja), tentu sang pemilik bangungan dapat lebih leluasa dalam mengalokasikan dana yang tersedia untuk membuat dinding maupun atapnya. Dinding bisa menggunakan bata, batako, bilik, kayu, triplek,
calsiboard, dan lain-lain. Asyik, kan? Dengan begitu, kalau dihitung secara kasar, maka produk RISHA dapat menghemat sampai 15-30% dari
budget. Yakin. Lalu bagaimana kalau dibanding dengan rumah
knockdown lainnya? Misal, dibanding dengan
knockdown kayu dan
knockdown baja.
Knockdown kayu pada akhirnya membutuhkan dana lebih besar karena mengingat bahan baku kayunya dan perawatannya terhadap pengeroposan kayu, meski memang diakui sebagai tempat tinggal yang ramah lingkungan. Sedangkan
knockdown baja mahal di bahannya dan '
its not so natural'. Ambil kasar saja, alokasi dana untuk rumah type 36, struktur baja membutuhkan dana 25-30 juta sedangkan RISHA hanya membutuhkan dana 18-20 juta. Hanya saja memang diakui, Sistem RISHA masih memiliki kekurangan, yaitu pada masalah pembiayaan. Ini faktor eksternal. Semurah-murahnya sistem ini, tetap saja masyarakat yang dituju tidak mampu membeli secara tunai. Mereka butuh dibantu dengan sistem kredit, yang harusnya bisa dilakukan oleh bank. Program rumah murah memang untuk masyarakat berpenghasilan rendah, tetapi harus dengan cicilan dan uang muka lebih ringan. Namun menurut Iwan Suprijanto, Kepala Bidang Program dan Kerjasama, dukungan perbankan pembangunan teknologi rumah masih belum mudah. Sampai saat ini sulit sekali meyakinkan bank untuk bekerja sama memberikan pinjaman untuk rumah ini. Padahal inovasi dan teknologi yang diaplikasikan terbukti membuat rumah tahan gempa dan mampu bertahan hingga 20 tahun. Kenapa mereka tidak mau? Keunggulannya banyak dan harganya murah, hanya Rp1 juta per meter persegi.
Hmmm ... semoga saja pihak bank atau pihak swasta lainnya mau membaca tulisan ini dan menjadi tertarik. Semoga. Tidak ada salahnya berdoa bersama demi kemajuan bersama,
tho?! Sosok itu yakin tidak ada pekerjaan yang sia-sia. Hanya masalah waktu saja. Bismillah. Eh, Raisa mau nggak ya jadi Brand Ambassador RISHA ini? Siapa tahu.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Inovasi Selengkapnya