tiada manusia yang tiada memiliki cinta
tiada kebaikan bagi orang yang tiada cinta
tiada keindahan dan kenikmatan di dunia
jika kita menyendiri tanpa perasaan cinta
kuingin semua cinta menyatu di sini
merasuk ke dalam hati, lalu bersemayam di dada
kuingin cinta tiada sirna
karena keceriaanku ada pada cintamu
Sesuatu yang amat vital di dada Ratih semakin berdebur cepat. Pipinya merona. Apa mungkin Yoga yang membuatnya? tanya hati Ratih bimbang, mencoba mencari pegangan. Tapi ... apa mungkin dia berbuat sejauh ini? Apalagi mengingat kertas merah jambu berbentuk hati itu ditemukannya di selipan buku matematikanya yang baru dikembalikan Yoga tadi pagi. Masa sih Yoga bisa berbuat seperti ini? Dia kan Ketua Rohis?
Ratih mencoba menyusun puzzle-puzzle yang berserakan. Pikirannya menerawang. Menjelajah dunia tak bertepi. Lalu menukik ke satu titik yang terang. Meluncur sangat cepat, hingga tangannya berhasil menangkap titik cahaya itu. Ramadan hampir selesai, tetapi gemuruh di dalam dadanya tak pernah usai. Apalagi kertas merah jambu berbentuk hati itu masih erat dipegangnya. Mungkinkah Yoga...?
=====
"Mungkin saja," jawab Dini segera menarik buku tulis yang sedang dipegang Ratih. "Banyak cara untuk mengerjakan soal ini. Cara pertama adalah seperti yang kamu buat itu, yaitu dengan metode eliminasi. Dan cara kedua adalah yang seperti aku kerjakan, yaitu dengan metode substitusi." Dini tersenyum cerah. Secerah cuaca hari ini. "Dan hasilnya dapat kamu lihat sendiri, sama kan?"
Ratih mengangguk. Tersenyum sebentar sebagai tanda hormat atas kecerdasan Dini. Lalu kembali mengambil buku tulis miliknya dari tangan Dini. Dia pun mulai mengerjakan soal matematika yang baru dibahas. Sementara Dini, asyik melihat-lihat kembali soal matematika lainnya pada buku matematika milik Ratih. Secarik kertas berwarna merah jambu tiba-tiba jatuh dari selipan buku matematika yang dipegang Dini.
Kedua mata Dini membulat. Ia melirik sejenak pada Ratih yang masih serius dengan pengerjaan PR-nya, lalu segera berjongkok untuk mengambil kartu berbentuk hati itu. Kepenasarannya telah membuat Dini membaca isi kartu itu. "Ratih..., kamu kok nggak pernah cerita sih?" tanya Dini dengan nada yang manis. Ratih terkejut dan langsung menatap Dini. "Cerita apa? Maksud kamu apa, Din?" Dini tersenyum.
"Kalau kamu baru saja dapat kartu cin-tahhh," jawab Dini menunjukkan kartu berwarna merah jambu dan berbentuk hati. "Hayo..., pangeran manakah yang telah memberikan kartu ini pada sang putri?" Wajah Ratih berubah drastis, sesaat pipinya merona merah, tetapi kemudian seluruh wajahnya langsung memutih. Dan sekonyong-konyong, tangannya bergerak cepat merebut kartu dan buku matematikanya dari tangan Dini.
"Siapa sih pangerannya, Putri?" tanya Dini lagi, berbisik tepat di telinga Ratih. Ingin rasanya Ratih berteriak. Menyemburkan api ke Dini dan teman-temannya sekelas agar tidak ada lagi saksi yang tahu kalau ia baru mendapatkan kartu itu. Semua orang tahu kalau ia memang anti dengan pacaran. Akhwat berjilbab yang selalu berdakwah tentang haramnya berpacaran? Tapi sekarang?!