Banjir. Macet. Mogok.
[caption caption="Wimcycle Hotrod 1.0"][/caption]Itulah tiga kata yang selalu mengiringi Kota Jakarta saat musim hujan. Meski sebenarnya tanpa perlu kata 'banjir' dan 'mogok' pun, kota metropolitan ini sudah sering disematkan dengan kemacetan. Persoalan klasik. Lalu adakah cara untuk mengatasi banjir? Hmmm ... sudah pasti tidak bisa dikerjakan sendiri. Harus menyeluruh, mulai dari pemerintah, pihak swasta, dan tentu harus melibatkan masyarakat. Tetapi bagaimana agar bisa beraktivitas pada musim hujan dan banjir ini? Ada.Â
Dan caranya pun sederhana, asal mau dan niat yang kuat. Bersepeda. Ya, ngagowes atau ngaboseh. Kebetulan saya pernah dan sering melakukannya. Saya pernah ngaboseh di daerah-daerah banjir meski setelahnya ya harus melumasi kembali rantai sepeda yang basah agar tidak berkarat. Kebetulan saya pernah menuliskan pengalaman berharga itu di tulisan Gowes Menembus Banjir Jakarta.
Sepeda sudah menjadi bagian hidup saya. Dari usia SD saya sudah bersepeda, bahkan sudah mulai berani ngaboseh ke jalan-jalan besar seperti Jl. RE Martadinata Jakarta Utara yang begitu banyak kendaraan berat. Saat usia SMP, saya mulai berani bersepeda agak jauh. Dan puncaknya adalah ketika saya hijrah ke Bandung untuk berkuliah dan kemudian berkeluarga, sepeda adalah transportasi pilihan selama kuliah dan kemudian bekerja pada tahun 2005.
 Sejak saat itu, sepeda seperti tidak lepas dari kehidupan saya. Ada banyak orang yang tahu betul betapa tergila-gilanya saya pada sepeda. Kalau mau membaca cerita yang lebih gila lagi, saya pun pernah bersepeda di musim hujan dari Jakarta ke Bandung selama 20 jam. Kebetulan salah satu tempat yang saya kunjungi adalah Bendungan Katulampa, sebuah bendungan yang begitu erat dengan banjir di Jakarta.
[caption caption="Wimcycle Hotrod 1.0 yang bertipe MTB bisa juga dipasangi pannier, asal dengan beban yang tidak lebih dari 2 kg. Pannier ini dikaitkan pada batang saddle dan diperkuat dengan digantungkan pada besi tepat di bawah saddle. Dijamin tidak memberatkan perjalanan yang jauh sekalipun karena tidak diperlukan lagi tas backpacker yang cenderung memberatkan punggung."]
ETAPE 1 MENUJU BENDUNGAN KATULAMPA
Sepeda Wimcycle seri Hotrod 1.0. Itulah sepeda yang saya gunakan untuk menempuh perjalanan jauh dari Jakarta ke Bandung, bersama 39 orang pesepeda lainnya. Sebelumnya, saya menggunakan sepeda yang sama untuk mencoba seorang diri dari Bandung ke Jakarta. Namun tidak tuntas karena kepayahan di Puncak Pass saat tengah malam. Ya, 40 orang gila mau bersepeda di tengah cuaca yang tidak bersahabat, menempuh jarak sejauh 150 km.Â
Ini pengalaman kesekian yang tidak mudah dilupakan, apalagi mengingat bahwa sepeda itu tidak lagi saya miliki karena harus dijual demi memenuhi kebutuhan keluarga. Hiks. Kesedihan yang amat sangat mengingat sepeda itu didapat dengan tidak mudah, mencicil selama 10 bulan, lalu menemani saya bertualang ke beberapa tempat yang eksotis. Salah satu kisahnya adalah apa yang akan saya ceritakan ini.
31 Januari 2014. Jumat pagi yang masih gelap. Saya sudah bersiap-siap membersihkan dan memeriksa si Hotty, julukan yang disematkan sepeda berwarna biru itu. Paling utama adalah memeriksa rem dan tekanan angin. Pukul 05.00 saya pun sudah menembus pagi meninggalkan Petamburan, Tanah Abang.Â