Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang Guru Muda, ASN, lulusan Universitas Mulawarman tahun 2020, Pendidikan, Biografi, sepakbola, E-sport, Teknologi, Politik, dan sejarah Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Dari Kata "Cok" Hingga Ungkapan Sarkas Nama Binatang: Mengapa Bahasa Remaja Saat Ini Kian Memprihatinkan?

21 Mei 2022   21:00 Diperbarui: 21 Mei 2022   21:08 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(http://www.alienmandarin.com/2018/10/35-kata-kata-kasar)

Moralitas peserta didik di Indonesia memang senantiasa menghadirkan situasi yang beragam. Mulai dari wilayah pedesaan, hingga perkotaan semua memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik siswa antara satu sekolah di wilayah yang berada di pedesaan atau perkampungan dengan peserta didik yang berada di wilayah perkotaan dipengaruhi oleh beberapa hal, mulai dari letak geografis, lingkungan masyarakat sosial sekitar, hingga faktor pergaulan semua nampaknya telah mengambil peran masing-masing dalam menentukan keberagaman karakteristik peserta didik di suatu daerah.

Perlu diketahui bersama jika ungkapan sarkasme merupakan jenis gaya bahasa yang mengandung ejekan, olok-olok dan sindiran pedas yang menyakiti hati (Tarigan, 1986). Kata-kata yang bernada sarkas seperti nama hewan anjing, anjir, babi, hingga kata sapaan "cok" (ungkapan kasar bahasa Jawa) nampaknya telah menjadi makanan akrab yang biasa tersaji jika kita tak sengaja berpapasan dengan mereka para remaja yang terbiasa berkumpul dengan teman-teman sebayanya sehari-hari. Yang lebih memprihatinkan lagi, kata-kata atau ungkapan sarkas dan tidak pantas tersebut nyatanya mereka ucapkan ketika berada di lingkungan sekolah yang notabene sedang berada dalam ranah formal dan berada pada situasi bersama komunitas terpelajar.

Lalu apa yang membuat kata-kata berkonotasi negatif tersebut justru terdengar lazim diucapkan kalangan remaja dan begitu memprihatinkan?

Pengaruh Lingkungan Pertemanan

Tak dapat dipungkiri jika semakin bertumbuh serta bertambah usia seseorang maka akan semakin besar tanggung jawab yang akan ia jalankan. Tak terkecuali para anak-anak yang telah atau akan menginjak usia remaja. Mereka memiliki tanggung jawab untuk mampu mencari jati dirinya dan mencoba beradaptasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya mulai dari orang-orang yang berusia di bawah usia remaja hingga kalangan orang dewasa sekalipun. 

Permasalahannya baru muncul ketika si anak gagal menemukan teman dan tempat yang tepat bagi dia untuk mendukung tumbuh kembangnya. Misalnya ketika ada anak yang terbiasa berkawan dengan orang-orang yang gemar merokok, maka bukan tidak mungkin ia akan ikut-ikutan mencoba merokok agar eksistensinya sebagai teman di lingkungannya tak hilang dan ia tak kehilangan teman-temannya. Bukan hanya itu, bahasa-bahasa yang digunakan sehari-hari untul berkomunikasi biasanya juga cenderung tak terkontrol mulai dari menggunakan kata-kata sarkas dan kasar, sampai melazimkan kata-kata berkonotasi negatif akan semakin memperburuk keadaan lingkungan pertemanan si remaja tersebut.

Pengaruh Media Sosial dan Gawai (Gadget)

Pesatnya perkembangan teknologi dan informasi saat ini, nyatanya telah mengharuskan semua orang tak terkecuali para remaja sekalipun untuk dapat beradaptasi dengan situasi saat ini. Jika dulu ada orang-orang zaman dahulu yang hidup bebas dan tenang tanpa pengaruh media sosial dan juga efek dari penggunaan smartphone, nampaknya akan jauh berbeda jika dibandingkan dengan situasi sekarang. Para remaja bahkan anak-anak cenderung leluasa menggunakan gawai atau gadget sebagai sumber hiburan utama di rumah. Akibatnya, para remaja menjadi terbiasa menikmati tayangan-tayangan yang mengandung kata-kata tidak pantas yang justru biasa diucapkan dan menjadi lebih dari sekedar tontonan.

Hal tersebut makin diperparah dengan lemahnya filtrasi atau kemampuan untuk menyaring serta memilah informasi bermanfaat atau tayangan-tayangan yang pantas ditonton oleh anak-anak praremaja maupun yang telah memasuki usia remaja sekalipun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun