Mohon tunggu...
Miko Dhanu
Miko Dhanu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Serangan Umum pada 1 Maret 1949

9 Mei 2019   10:26 Diperbarui: 9 Mei 2019   10:35 3468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Serangan Umum 1 Maret 1949 terjadi pada tanggal 1 Maret 1949, serangan ini terjadi di kota Yogyakarta secara besar-besaran yang telah direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tinggi di wilayah Divisi III/GM III dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan sipil setempat berdasarkan instruksi dari panglima Divisi III, Kolonel Bambang Sugeng. Serangan ini dilakukan untuk membuktikan terhadap dunia internasional bahwa TNI atau Republik Indonesia masih ada dan cukup kuat, serta dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB. Adapun juga tujuan utama serangan ini terjadi, yaitu untuk mematahkan moral pasukan Belanda dan membuktikan Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih memiliki kekuatan untuk menghadapi perlawanan.

Yang melatarbelakangi serangan ini ialah sebulan setelah Agresi Militer Belanda II pada bulan Desember 1948, TNI mulai menyusun strategi untuk membalas balik tentara Belanda dengan memutuskan telepon, merusak rel kereta api, menyerang konvoi Belanda, serta tindakan sabotase yang lainnya. 

Belanda memperbanyak pos pos kecil yang menyebar di seluruh republik yang kini menjadi medan gerilya, karena pasukan Belanda telah terpisah-pisah di saat itulah TNI mulai menyerang Belanda. 

Pada awal Februari 1948, Letkol. dr. Wiliater Hutagalung bertemu dengan Panglima Besar Sudirman untuk melaporkan mengenai resolusi Dewan Keamanan PBB dan penolakan Belanda terhadap resolusi tersebut dan melancarkan propaganda yang menyatakan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada lagi.

Pemikiran yang dikembangkan oleh Hutagalung adalah, perlunya meyakinkan dunia internasional terutama Amerika Serikat dan Inggris bahwa Negara RI masih kuat, ada Pemerintah Darurat Republik Indonesia, ada organisasi TNI dan ada tentaranya. 

Untuk membuktikan hal ini, itulah sebabnya diadakan serangan besar-besaran yang tidak bisa disembunyikan Belanda dan harus diketahui oleh UNCI (United Nations Commission for Indonesia) serta wartawan asing untuk menyebarluaskan ke seluruh dunia. Panglima Besar Sudirman setuju dengan gagasan ini dan menginstruksikan gagasan tersebut dengan panglima Divisi II dan III.

Letkol. Wiliater Hutagalung yang juga pada saat itu penasihat Gubernur Militer III, menyampaikan gagasan yang telah disetujui Panglima Besar Sudirman dan kemudian dibahas secara bersama-sama yaitu:

  • Serangan dilakukan secara serentak di seluruh wilayah Divisi III, yang melibatkan Wehrkreise I, II, dan III,
  • Mengerahkan seluruh potensi militer dan sipil di bawah Gubernur Militer III,
  • Mengadakan serangan spektakuler terhadap satu kota besar di wilayah Divisi III,
  • Harus berkoordinasi dengan Divisi II agar memperoleh efek yang lebih besar,
  • Serangan itu harus diketahui dunia internasional,

Jadi tujuan utama rencana ini untuk menunjukan eksistensi TNI dan demikian juga menunjukan eksistensi Republik Indonesia kepada Dunia Internasional. Untuk menunjukan eksistensi TNI, oleh karena itu anggota UNCI, wartawan-wartawan asing, serta pengamat militer harus melihat perwira-perwira yang mengenakan seragam TNI. 

Setelah dilakukan pembahasan yang lebih dalam, grand design yang diajukan oleh Hutagalung disetujui dan khusus serangan spektakuler terhadap satu kota besar, Panglima Divisi III/GM III Kolonel Bambang Sugeng berpendapat, bahwa kota yang harus di serang dengan cara spektakuler adalah Yogyakarta, berikut alasan mengapa Bambang Sugeng memilih Yogyakarta sebagai sasaran utama:

  1. Yogyakarta adalah ibukota RI, sehingga bila di rebut walau hanya untuk  beberapa jam, maka akan berpengaruh besar terhadap perlawanan Indonesia melawan Belanda.
  2. Banyaknya keberadaan wartawan asing di Hotel Merdeka Yogyakarta, serta masih adanya delegasi UNCI (KTN) dan pengamat militer dari PBB.
  3. Langsung dibawah wilayah Divisi III/GM III hingga tidak perlu persetujuan Divisi/GM yang lain dan semua pasukan memahami situasi/daerah operasi.

Puncak serangan pun akhirnya dilakukan dengan serangan umum terhadap Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto, Komandan Brigade 10 daerah Wehrkreise III, yang terlebih dahulu mendapat izin dari Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono  IX. 

Dalam serangan terhadap Yogya, di pihak Indonesia mencatat korban 300 prajurit tewas, 53 anggota polisi, dan rakyat yang tewas tidak dapat dihitung kepastiannya. Sedangkan di pihak Belanda selama bulan Maret 1949, menurut majalah Belanda De Woppen Browser tercatat 200 orang tewas dan luka-luka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun