Sejarah perkembangan ekonomi negara-negara di dunia menunjukkan dua gejala bersifat umum. Pertama, tidak ada satupun negara dapat mencapai kemajuan industri tanpa dukungan pemerintah yang tepat. Kedua, hanya sedikit negara yang dapat mencapai kemajuan ekonominya tanpa didorong oleh pertumbuhan sektor industri.
Mekanisme pasar terbukti gagal mengarahkan ekonomi negara berkembang untuk tumbuh cepat dan mengejar ketertinggalan dari negara maju. Factor endowment yang ada di negara berkembang menciptakan signal ekonomi yang mengarahkan investasi hanya ke sektor-sektor berteknologi rendah dan memiliki kemampuan menciptakan nilai tambah rendah. Bila hanya melalui mekanisme pasar, ekonomi dan industri negara berkembang akan terperangkap pada keterbelakangan dan tidak akan mampu mengejar ketertinggalan dari negara maju. Keberhasilan beberapa negara dalam mencapai kemajuan ekonomi dan industri seperti dialami Jepang, Korea Selatan dan Taiwan dan pertumbuhan tinggi seperti China dalam dua dekade terakhir, tidak terlepas dari peran pemerintah negara yang bersangkutan.
Kesadaran akan pentingnya peran negara semakin meningkat bukan hanya dalam rangka mengoreksi  kegagalan pasar (market failure) tetapi pada kemampuannya dalam membuat keputusan yang didasarkan pada perspektif jangka panjang dan lebih luas sehingga menghasilkan manfaat sosial (social benefit) lebih tinggi.
Selain alasan ‘ideologis’ seperti diuraikan di atas, kondisi sektor industri di Indonesia masih jauh dari kemajuan. Dalam beberapa tahun terakhir ini, peran sektor industri dalam PDB cenderung turun. Banyak pihak percaya bahwa penurunan peran sektor industri terjadi secara prematur. Tingkat kemajuan ekonomi nasional diyakini belum mencapai tahap di mana peran sektor industri secara normal menurun.
Stuktur industri sangat rapuh tercermin pada ketergantungan tinggi pada bahan baku impor. Persentase bahan baku impor rata-rata sekitar 30% dari total bahan baku industri besar dan sedang. Sementara itu ketersediaan bahan mentah (bahan mineral dan hasil pertanian) belum dimanfaatkan optimal bagi kemajuan industri.
Tanpa upaya meningkatkan produktivitas, kemampuan sektor industri akan makin berkurang, dalam penciptaan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja dan ekspor. Sejak 2008, neraca perdagangan produk industri (SITC 5-8) mengalami defisit dan semakin meningkat nilainya.
Memperhatikan alasan-alasan di atas, campur tangan pemerintah untuk memajukan industri perlu dipertegas. Selama ini pemerintah kelihatan canggung dan setengah hati. Kebijakan umum seperti perbaikan infratsruktur, iklim investasi, mutu SDM, memang penting dan belum sepenuhnya memadai, tetapi itu saja tidak cukup. Harus ada keberanian untuk melakukan kordinasi investasi (coordinated investment) dan memberi fasilitas lebih besar bagi investasi di sektor industri. Tanpa itu, industri kita akan terperangkap pada keterbelakangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H