Mohon tunggu...
Subandri Simbolon
Subandri Simbolon Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pribadi peziarah dalam dunia yang penuh Misteri. Sedang menempuh Studi di Sekolah Pascasarjana UGM. Center for Religious and Cultural-Studies

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Anas Urbaningrum Vs Suara Hati

21 Januari 2014   01:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:38 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pagi indah ini tiba-tiba dikotori oleh berita utama, Anas Urbaningrum ditahan oleh KPK sebagai tersangka kasus korupsi. Tidak seperti pagi yang lain, saat ini mata masih terjaga dari malam. Apa mungkin ini karena kasus besar ini? "ahhhh.. terlalu jauh aku berpikir kesitu", kata hatiku segera. Tetapi entah mengapa pagi ini begitu indah menyambut berita itu. Semua channel televisi yang diputar memuat tentang berita itu. Tangisan dan kesepian yang dirasakan sahabat-sahabat korban erupsi gunung Sinabung pun kalang. Apakah karena gunung uang yang dilarikan oleh Anas lebih tinggi dari Sinabung? "ahhhhh..terlalu jauh aku berpikir kesitu", hatiku kembali mengingatkan.

Kedua kali hatiku mengingatkan, aku teringat bahwa ternyata Anas juga manusia yang punya hati. ehhhh tahe.. (ungkap dikit sesal ala Batak) kenapa baru sadar ya. Mungkin juga kesadaranku terlambat karena dalam kasus ini, Anas seperti tidak punya hati. Masih teringat kata-kata dia tahun lalu, "kalau Anas terlibat 1 rupiah saja, saya siap digantung di Monas". Saat itu, apakah pernyataan itu keluar dari hati atau hanya sebatas pemanis bibir saja. Hari ini, Hoc dies, pertanyaan itu terjawab. Kata-kata Anas itu sungguh bualan belaka. Mengapa?

Melihat perjalan hidup berpolik, Anas termasuk orang yang memiliki laju peningkatan yang cepat. Bayangkan saja, pada usia 40 tahun, dia sudah menjadi Ketua Partai yang sedang berkuasa itu. Dia menjadi Ketua Partai termuda saat ini. Menurut sobat saya, Pak Sudarto, di masa perjuangan mahasiswa tahun 98, Anas menjabat sebagai ketua HMI. Dia salah satu aktivis yang sangat berapi-api untuk menjatuhkan rezim penguasa Orde Lama. Oleh berbagai kalangan, dia dianggap sebagai calon pemikir Islam yang mumpuni. Menurut penuturan sobat tadi, tidak pernah mahasiswa seangkatan Anas yang pernah berprasangka bahwa dia akan seburuk sekarang ini. Apakah Anas dirasuki setan? "ahhhhh... terlalu jauh aku berpikir kesitu", kata hatiku lagi.

-----------

Dari informasi ini, dapat dikatakan bahwa Anas pernah bersahabat dengan suara hatinya, bertempur dengan suara hatinya, dan akhirnya (mungkin) mengalahkan suara hatinya. Dia bersahabat ketika dia mampu menyuarakan suara rakyat yang sedang tertindas sekarat di akhir era Orde Baru. Dia mampu merasakan penderitaan orang-orang kecil yang tidak bisa lari dari kenyataan. Dia bahkan dipilih sebagai ketua salah satu Organisasi Mahasiswa berdasar Agama. Tidak mungkin Anas terpilih kalau bukan karena teman-temannya melihat Anas bersahabat dengan suara hatinya.

Persahabatan itu pun diuji dalam sebuah waktu yang panjang. Karir politik yang dia jalani menjadi medan baru bagi persahabatan itu. Namun, ketika bersinggungan dengan tarikan dunia, Anas pun mulai melupakan suara hati. Suara yang biasa terdengar keras hingga membuat Anas mau bertindak itu semakin lama semakin tidak terdengar. Sunyi sudah suara itu. Tak berdaya lagi apa lagi ketika Anas sudah menduduki jabatan yang sangat tinggi, Ketua Partai. Habis sudah. Tak ada lagi terdengar suara itu. Rayuan uang milyaran rupiah pun mematikan suara yang tadi sudah lemah itu. Selesai sudah.

Akhirnya, pertempuran itu menghasilkan sebuah kemenangan, Anas. Ya, dialah pemenang atas pertarungan itu. Suara hati tidak lagi bertaji, suara hati tidak lagi bergairah. Berbisik pun dia tidak berdaya. Suara hati sudah seperti suara rakyat bagi para koruptor. Anas tidak lagi merasakan tangisan anak jalanan yang tidak bisa sekolah karena biaya. Anas tidak bisa lagi merasakan jeritan anak busung lapar di daerah Timur karena kekuranga gizi. Anas adalah pemenangnya, dan Anaslah penggombalnya.

----------

Berpisahnya sahabat itu menyisakan rasa yang sangat berat apalagi ketika Anas harus memenuhi panggilan KPK. Mencari alasan pun jadi jalan terbaik. Dan benar, alasan dia bukan karena dirinya, tetapi karena KPK. KPK disalahkan dengan alasan surat panggilan tidak jelas. Hingga akhirnya diancam dengan kekuatan Brimob, barulah dia mau. Setelah dinanti beberapa jam, dia pun keluar dari persidangan. Dia ditahan oleh KPK sebagai tersangka kasus korupsi. Sekali lagi, Anas mencoba membela diri. Pembelaan yang menandakan matinya suara hati. Dia pun mencoba mencari pencintraan dengan ucapan terima kasihnya.

Oh.. Anas.... Oh Suara hati. Seandainya aku memiliki persahabatan dengan suara hati seperti sedia kala.

Apakah mungkin karena Amang SBY itu? "Ahhhh....terlalu jauh aku berpikir kesitu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun