Mohon tunggu...
Ali Akbar
Ali Akbar Mohon Tunggu... -

Pengajar di pesantren Darut Tauhid Malang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Merantau ke Rantau

17 Januari 2012   17:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:45 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hari Ahad silam (15/01), cuaca cukup bersahabat, tidak ada panas tidak pula turun hujan. Sepertinya, mentari enggan menampakkan keelokannya. Awan tebal menyelimuti bumi Rantau. Setelah menempuh tiga jam perjalanan dari Banjarmasin dengan naik Taxi (Angkutan Umum), pada pukul 12.00 waktu setempat, saya tiba di masjid Nurul Falah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Dulang. Tak lama, seorang sahabat saya di pesantren, Musthafa bin Husain As Seggaf, datang menjemput dengan kendaraan roda dua miliknya yang baru ia beli.

Sepanjang perjalanan menuju tempat menginap, kami saling bertanya kabar ini dan itu, sudah menikah belum, sudah berapa istrinya, ups maaf maksud saya sudah berapa anaknya, dan sebagainya. Sesampainya di tempat saya akan menginap beberapa malam, Musthafa bercerita tentang dunia dakwah di Rantau. Dia mengatakan, masyarakat di sini cukup akrab dengan kegiatan kerohanian, aktif dalam menghadiri majelis ilmu. “Alhamdulillah, di sini sikap saling mendukung antara kalangan Ulama dan Umara berjalan dengan baik,” ujarnya.

Kegiatan dakwah yang berjalan banyak mendapat dukungan dari aparatur pemerintah dan pengusaha sukses. Sudah menjadi rahasia umum, para tuan guru di Rantau khususnya sangat dihormati dan disegani oleh para pejabat dan pengusaha. Dukungan ini bisa berwujud moril maupun dana. “Perkawinan” antara ulama dan umara menciptakan kondisi kehidupan dalam masyarakat yang bersendikan nilai-nilai keislaman. Para pengusaha misalnya, mereka tidak segan menggelontorkan dana untuk kegiatan Islami, majelis dakwah, pembangunan mushalla, masjid, sampai pesantren.

Di sini, para Tuan Guru yang mengajar adalah jebolan pesantren salaf, seperti pesantren Darus Salam, Martapura. Mereka membuka lapangan pengajian di tengah-tengah masyarakat dengan ilmu yang telah mereka peroleh di pesantren. Kondisi Rantau sendiri relatif masih sangat sepi. Penduduknya terbilang sedikit. Menurut Musthafa yang berasal dari Gresik dan kini merantau di Rantau ini, mayoritas penduduk Rantau tidak terpusat di tengah kota, tapi di pelosok. Banyak dari masyarakat yang lebih memilih tinggal di perkampungan.

Sekilas, Rantau tampak sunyi senyap, apalagi saya datang di hari libur. Ketika saya masuk ke pedalaman, Barulah saya menyaksikan pemukiman penduduk yang cukup padat. Rumah-rumah penduduk kebanyakan terbuat dari kayu yang disusun sedemikian rupa sampai membentuk tempat tinggal. Masyarakat Rantau mayoritas berprofesi sebagai pekerja di batu bara, perusahaan karet, atau petani yang bercocok tanam sayur-sayuran, padi, buah-buahan, dan sebagainya.
Tentang dunia majelis ta`lim, sama seperti majelis di tempat kita masing-masing, biasa diadakan secara rutin pada tiap hari, tiap pekan, atau bulanan. Salah satunya, majelis yang diasuh oleh Guru Ahmad Barmawi. Ahmad Barmawi dan keluarganya merupakan keluarga terpandang yang sudah dikenal luas oleh masyarakat sekitar sebagai keluarga yang malang melintang dalam dunia dakwah.

Guru Barmawi memiliki majelis harian, mingguan, dan bulanan. Ada yang khusus laki-laki, perempuan, dan ada pula untuk laki-laki maupun perempuan. Setidaknya, ada 3-4 majelis pengajian yang diasuh di setiap pekannya. Jumlah yang hadir berkisar antara 1000 hingga 2000 orang. Para jamaah yang datang pun tidak hanya dari Rantau, banyak juga yang datang dari luar Rantau seperti, Barabai dan Kandangan.  Para jamaah yang datang ada yang mengendarai sepeda motor masing-masing, ada pula datang dengan menyewa satu mobil pick up berisi rombongan pengajian yang terdiri dari suami, istri, anak-anak, sampai cucu-cucu sekalipun. Mereka rela merogoh kocek lebih dalam demi menimba ilmu yang akan membawa kebahagiaan bagi mereka di dunia sampai akhirat. Selain mengasuh pengajian, Ahmad Barmawi membangun pesantren yang ia beri nama Darul Mustafa, dengan bangunan khas masjid-masjid di Hadramaut, Yaman.

Selain Darul Musthafa, pesantren lainnya yang telah menancapkan jasa besarnya dalam mencerahkan kalbu umat adalah pesantren Subulus Salaam. Pesantren ini, didirikan pada tahun 1985 oleh Guru Muhammad Aini. Walau masih berumur jagung tapi manfaat yang dihasilkan olehnya telah dapat dirasakan secara langsung.

Yang menggembirakan pula, di tiap Langgar/Mushalla yang ada di tiap kampung selalu ada pengajian. Kitab yang biasa diajarkan ke masyarakat adalah buku-buku tasawuf seperti Siyarus Salikin karya Syaikh Abdus Shamad Al-Falimbani, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu sekaligus ditulis dengan huruf arab pego.

Tidak sedikit, para Tuan Guru yang mengajar ini membawakan buku karya Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad seperti Risalatul Mu`awanah, Sabiilul Iddikar, dan kitab-kitab Imam Abdullah lainnya. Sedangkan, dalam bidang akidah kitab yang dibaca karya Habib Utsman bin Yahya yaitu Sifat 20 Puluh. Bahkan, salah satu distributor majalah kita ini, Muhammad bin Husain As Seggaf, juga mengasuh sebuah pengajian yang diisi dengan pembacaan kitab Nailur Raja`, sebuah kitab yang membahas fiqih. Pengajiannya dihelat tiap Kamis malam Jum`at selepas shalat magrib.

Pada umumnya, pengajian yang digelar diawali dengan pembacaan maulid Simtud Durar karya Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi. Setelah rampung membaca maulid, Tuan Guru menyampaikan ilmu dari kitab-kitab di atas. Setelahnya, mereka membaca tahlil secara yaitu membaca tahlil (Laa Ilaaha Illa Allah), tasbih, ayat kursi, surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An Naas. Dalam kegiatan tahlil ini, para sesepuh menyodorkan kertas yang berisi nama-nama yang telah wafat dari saudara-saudara mereka untuk mendapat hadiah doa barokah tahlil.

Selain itu, di Rantau terdapat makam seorang wali Allah, namanya Syaikh Salman Al-Farisi. Beliau seorang ulama yang hidup antara tahun 1279 – 1350 H (1857-1920 M). Makamnya terletak di desa Gadung. Di atas makamnya dibangun sebuah kubah dan menjadi Wisata Ziarah Kabupaten Tapin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun