Mohon tunggu...
Bang Manto
Bang Manto Mohon Tunggu... -

Rakyat Indonesia yang mau berbagai lewat tulisan. Karena menulis adalah kepuasan tersendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ayah

3 Desember 2015   11:28 Diperbarui: 3 Desember 2015   12:23 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ayah sosok tangguh yang diciptakan oleh Tuhan sebagai sandaran bagi anak perempuanya dan teman berantem dengan anak lakinya. Ayah senang menceritakan kehidupan masa kecilnya kepada anak- anaknya, tujuanya untuk kelak anak-anaknya bisa tahu arti dari perjuangan, kerja keras, dan memiliki impian. 

 

Suatu ketika saat saya diajak oleh Ayah untuk pergi makan dirumah makan, Ayah menceritakan kisah kecilnya kalau dulu Ayah pernah bermimpi suatu saat Ayah akan memiliki sepeda yang banyak. "Kenapa Ayah ingin sepeda yang banyak ?" tanyaku penasaran. Ternyata keinginan Ayah didasari oleh teman masa kecilnya yang memarahi Ayah karena mencoba menyentuh sepedanya. Sontak dalam benak Ayah akan memiliki sepeda bila kelak dimasa akan datang telah sukses, alhasil Tuhan mengabulkan doa dan impian Ayah, bukan sepeda, tapi motor yang Ayah miliki. Bahkan Ayah dapat membeli sebuah mobil. Dibalik semua itu, saya tersadar bahwa impian dan doa serta kerja keras yang diiringi dengan kesabaran memberikan nikmat tersendiri. Memang benar, Tuhan tidak akan pernah salah alamat dalam memberikan rejeki kepada umatnya. 

Ayah itu sosok yang sulit menangis, karena bagi Ayah air mata akan membuat anak perempuannya khawatir, dan anak laki-lakinya menjadi penakut. Ayah biasa meneteskan air matanya saat berada pada tempat yang sunyi, dimana disitu Ayah dapat mengadu pada Tuhan, untuk senantiasa memberikan kesehatan baginya, agar Ayah dapat memenuhi kebahagian dalam keluarganya setiap hari. Ayah tidak suka menjanji, karena takut tidak bisa menempati janjinya. Ayah hanya tidak ingin membuat anak perempuannya kecewa, dan anak laki- lakinya menjadi orang yang suka berjanji tapi sulit menepati. Tapi Ayah selalu ingat apa yang diminta oleh anak perempuanya, dan anak laki-lakinya. Ayah akan bertanya kembali kepada anaknya jika sudah bisa memenuhi apa yang diminta oleh anaknya. "Nak, masih ingat kalau kemarin kamu minta dibelikan sepatu baru, karena sepatu mu yang sekarang katanya sudah usang" rayuan Ayah pada anaknya. Disitu terkadang saya baru sadar, Ayah bukannya pelit, tapi Ayah sedang mengajarkan kepada anak-anaknya untuk belajar bersabar. Ayah kita telah menua, tampak garis- garis keriput di dahinya mulai banyak. Jalannya pun mulai gemetar, suaranya mulai paruh. Kadang disitu saya merasa sudah waktunya saya harus menemaninya. Mencoba menggantikan waktunya walau sebenarnya Ayah tidak menginginkannya. Mungkin saya tidak bisa seperti sosok Ayah, tapi didikan Ayah sewaktu saya kecil akan membuat saya bisa menjadi lebih baik seperti yang diharapkan oleh Ayah. Salam sayang untuk Ayah dan untuk Bunda yang selalu menemani Ayah. Selamat ulang tahun Ayah Ayahku Pahlawanku Makassar, 3 Desember 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun