Seperti banyak diprediksi banyak orang pasangan petahana pemilukada Tangsel,Airin-Ben memenangkan pemilukada 2015 lalu, artinya mereka akan kembali memimpin Tangsel periode ke-2 tahun ini sampai dengan 2021 kelak. Kepercayaan para pemilih kepada mereka tidak lain karena pasangan ini salah satunya karena mampu menunjukkan capaian yang baik dalam bidang ekonomi. Bukan tanpa alasan pasangan ini dapat mempertahankan kemenangannya. Satu hal yang penting dicatat bahwa secara makro Airin mampu menunjukkan capaian yang menggembirakan.
Capaian yang paling nampak dan dirasakan selama lebih 4 tahun kepemimpinan Airin adalah meningkatnya infrastruktur dasar di kota Tangerang selatan seperti ruas jalan beton dan paving block yang cukup dirasakan perbaikannya sampai ke pelosok kampung, perbaikan sejumlah bangunan sekolah, kantor kelurahan dan puskesmas, hadirnya rumah sakit daerah di Pamulang dan penambahan sejumlah fasilitas pada sekolah, puskesmas dan rumah sakit daerah.
Secara ekonomi kita juga bisa melihat kesuksesan Airin dari indikator makro ekonomi di Tangsel menunjukkan hal yang positif. Secara umum misalnya, angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kota Tangsel, yang biasa digunakan untuk mengukur output yang dihasilkan di wilayah ini pada periode tertentu menggambarkan kenaikan yang kontinyu dari setiap tahunnya. Persentase pertumbuhan selalu melampaui kinerja pusat dan provinsi. Tahun 2014 lalu adalah capaian tertinggi pertumbuhan ekonomi Tangsel sebanyak 8,99%, dimana rata2 setiap tahunnya melebih 8,6% sejak 2010 silam (BPS,2015).
Secara perkapita angka pertumbuhannya juga selalu positif. Jika tahun 2010 lalu pendapatan perkapita penduduk Tangsel baru sebesar Rp 23,51 juta per tahun, di tahun 2014 lalu mengalami kenaikan sampai pada angka 34,31 juta per tahun. Laju pertumbuhan income percapita Tangsel setiap tahunnya berkisar 9% dengan laju pertumbuhan tertinggi tahun lalu sebesar 11,02%.
Sepintas kita boleh bergembira dengan melihat capaian tersebut. Namun kalau kita bedah lebih dalam sumber pendapatan atau output regional bruto tersebut disinilah kita akan menemukan beberapa persoalan yang bisa menjadi problem ekonomi yang harus dipecahkan. Sekali lagi, melalui pengamatan lebih komprehensif terhadap sumber pendapatan dari sektor apa saja angka pertumbuhan yang tinggi itu dihasilkan, kita akan dapat melihat dua hal penting dalam ilmu ekonomi yang perlu dijawab, pertama soal distribusi pendapatan (income distribution) dan kedua persoralan keberlanjutan pertumbuhan (growth sustainability).
Menjawab persoalan pertama, dari data BPS yang penulis olah didapati setidaknya ada 5 sektor andalan (leading sector) yang selama 5 tahun terakhir memberikan kontribusi rata rata pertahun sebesar lebih 10% terhadap pembentukan PDRB Tangsel. Kontributor utama tersebut adalah perdagangan besar dan eceran serta reparasi mobil dan sepeda motor (18,14), real estate (16.58%), kontruksi (13,55%), industry pengolahan (12,11%), terakhir sektor informasi dan komunikasi (11.72%).
Dilihat dari postur pembentuk PDRB Tangsel di atas nampak bahwa pertumbuhan banyak digerakkan oleh sektor usaha dengan tingkat kebutuhan capital yang sangat besar. Tiga sektor tersebut; kontruksi, real estate, jasa informasi dan komunikasi sangatlah jelas sebagai sektor padat modal yang tentunya bisnis ini tidak mudah dimasuki oleh pebisnis bermodal kecil seperti para pelaku UMKM. Selanjutnya di sektor perdagangan dan reparasi mobil dan motor didapati data bahwa 20% kontribusi berasal dari perdagangan mobil dan 79% sd 80% bersumber dari perdagangan besar dan eceran.
Apa yang bisa kita lihat dari angka persentase sektor perdagangan tersebut kita bisa berkesimpulan bahwa angka pertumbuhan masih disupport oleh para pemodal besar. Walau tidak ada data pastinya kita bisa lihat bahwa pedagangan mobil adalah bisnis ekslusif yang hanya bisa dilakukan kelompok kaya saja, begitu pun apa yang terjadi di sektor perdagangan besar dan ritail. Saat ini puluhan perusahaan retail besar (mall dan plaza) bebas berusaha di Indonesia, lebih 570an unit retail modern (minimart) hadir sampai ke kampung-kampung berpenduduk padat. Hal ini menguatkan kesempulan di atas.
Berkaitan dengan kontribusi sektor pengolahan, data BPS menunjukkan bahwa hampir 60% kontribusi digerakkan oleh usaha pakaian, 12% dari usaha kulit dan alas kaki, 18% dari usaha kertas,percetakan dan barang dari kertas. Dari sektor sektor inilah kontribusi pelaku UMKM terbesar berkontribusi dan juga dari sektor-sektor non-leading seperti pertanian industry makanan dan minuman. Jadi apa yang bisa kita lihat dari data tersebut terkait dengan persoalan pertama yang penulis singgung di awal tulisan?
Dalam pembangunan ekonomi konsen terhadap income equality melalui kebijakan yang mampu mendistribusikan pendapatan yang baik dan adil menjadi issue utama di setiap negara. Keberhasilan pemerintah dalam men-generate pendapatan belumlah dianggap sukses ketika terjadi ketidakmeretaan kue pembangunan. Karenanya economic growth dan income equality menjadi dua hal yang tidak bisa dipisahkan, seperti halnya dua sisi mata uang.
Terkait data di atas, bisa disimpulkan bahwa penikmat kue pembangunan besar di Tangsel sebagian besar dinikmati oleh kaum pemodal atau oleh para pelaku usaha besar yang tentu saja berjumlah jauh lebih sedikit dari pada pelaku usaha kecil lainnya. Artinya, kualitas pertumbuhan di Tangsel masih beluim menggembirakan. Dalam ilmu ekonomi selain growth of Economy (GDP) dikenal juga gini ratio index dan Lorenz curve sebagai alat menditeksi kualitas pertumbuhan. Sayangnya tidak ada data indeks gini tersedia di tingkat kota. Bila saja ada kemungkinan angka koefisiennya di Tangsel bisa melampaui koefisien nasional yang 0,34. Hal ini menandakan adanya ketidakmerataan yang perlu dibenahi.