Timnas menang dua kosong dalam Matchday kemarin (8/9) menghadapi kesebelasan Turkmenistan. Itu menyenangkan.
Meskipun menang lembar kosong (clean sheet), ternyata bukan hal mudah menghadapi kesebelasan Turkmenistan secara keseluruhan, terutama dari segi teknik dan skill serta positioning pemain.
Indonesia memiliki pemain highlight keren seperti, Marc Klok, Jodi Amat, Sandy Walsh hingga Dendy Sulistyawan yang menembak bola jauh ke pojok kanan atas mistar Babayew, kiper Turkmenistan.Â
Juga Egy Vikri yang mengirim tembakan kidal spesialisasinya, dari luar kotak penalti menyusur tanah masuk ke pojok kanan gawang lawan.
Bermain dengan setelan 3-4-3, gaya favorit pelatih Shin Tae-yong dengan tiga bek, namun Timnas kelihatan bermain major lebih ke dalam, menjadi 5-4-1, mirip parkir bus.Â
Tapi ini mungkin taktikal om Shin, untuk  maksud mencuri fast break. Implikasinya memang sayap Sadil Ramdani menjadi lebih turun, yang terlihat ketika fast break, Sadil harus solo run untuk mencapai tepi garis kotak enam belas.Â
Selain itu direct passing kerap mesti dilakukan langsung dari central Back Timnas.
Jadi terlihat fast break atau counter attack banyak macetnya, entah duo gelandang tengah, Klok dan Kambuaya yang sulit mengumpan ke samping atau ke depan, kerna terlalu sejajar dengan sayap. Dan lagi Turkmenistan mengerjakan pressure tinggi.
Alhasil memang, trisula depan Dendy, Alis dan Sadil plus duo anchor Klok dan Kambuaya, berat untuk bisa mencapai kotak penalti lawan, sehingga dua gol yang diperoleh relatif dari sepakan jauh.Â
Minim terjadi kerjasama satu-dua atau inter-passing jarak dekat di kotak lawan, atau bahkan penembak palsu yang bisa memanfaatkan ruang tak terlihat, sebagai first time.