Real Madrid dan Manchester City seperti sudara kandung spaniard, meski Pep Guradiola melatih orang-orang di tanah Manchester keduanya juga musuh bebuyutan. Hal ini serupa dengan korelasi seteru abadi dari sekandung Gallagher antara Noel dan Liam Gallagher dari band Oasis.
Real lebih tua dari City, sehingga banyak kali dalam pertemuannya El Real lebih redam dengan pelatih "The Freeze "Don Carlo Ancelotti ketimbang Joseph Guardiola. Â
Los Blancos  si putih Meringue adalah sepakbola terlengkap dan terpanjang di bumi. Tak ada yang berani menyanggah El Real Majesty yang megah adalah The Royal Madrid.
Tidak ada yang selengkap dan sekompleks Real Madrid dalam gaya dan permainan dengan kombinasi yang unik dari beberapa elemen kunci yang telah disempurnakan selama bertahun-tahun.  Suatu kombinasi sepak bola berbasis kepemilikan, serangan balik, pressing tinggi, pressing kecemerlangan individu, pertahanan yang intens serta formasi yang likuid dan efektif.
Final kepagian sudah tersaji di semifinal UEFA Champions 22/23 kemarin yang dimulai dari Bernabeu dimana Real membagi angka sama satu dengan bebuyutannya Manchester City.
Possession Football Man City mencapai puncaknya di lapangan Santiago Bernabeu pada 70% di babak pertama dan terlihat lebih hebat, tapi Madridlah yang mencetak gol.
Di babak kedua Pep menurunkan kepemilikannya di bawah 50%, bergantian dengan Madrid menjadi lebih hebat, tapi City lah yang mencetak gol.Â
Skor satu-satu tidak memang membikin sama kuat yang sebenarnya, tetapi lapangan hijau Santiago lah yang meneguhkan bahwa Real Madrid adalah pemain sepanjang masa. Mereka bermain dengan kemegahan serangan cepat simpel maupun akrobatik yang membuat bek tengah Ruben Diaz bekerja ekstra lembur.
Meski Man City mengeluarkan segala kemewahannya dengan Kevin De Bruyne, Ilka Gundogan, Jack Grealish, Rodrigo Hernandez Rodri, Mota Bernardo Silva, namun gelimang kelima pemain ini malah membuat City menjadi saturated, tidak jelas siapa yang menjadi dirigen lapangan malah berbenturan dan rancu karena tujuan akhir adalah Erling Haaland.Â
Sementara super Haaland tak berkutik tertempel ketat oleh center back Madrid  yang sangat taktis David Alaba. Hal ini menjadikan paham penguasaan dan kepemilikan bola Man City menjadi tampak kuno. Â
Lalu Pep menurunkan kualitas seni Man City dengan bermain bola langsung yang pragmatis, sehingga prinsip Guardiola bahwa penyerangan harus berakhir di dalam kotak enambelas langsung dibuang.Â
Dan seperti yang terlihat, hampir segala attempting ke gawang Madrid dilepas dari luar kotak penalti dengan tendangan panjang. Salah satunya adalah tendangan keriting De Bruyne dari luar garis 16 yang mematikan bentangan  teman seBelgianya kiper Thibaut Courtois.
Sering disinyalir bahwa identitas Man City yang mulia akan kepemilikan bola mulai bergoyang sejak kehadiran striker gahar Erling Braut Haaland, pelatih Pep begitu tergoda dari  semula Man City yang anti striker menjadi pro striker.Â
Gak perlu mikir rumit lagi tentang strategi kombinasi penyerangan dan penguasaan  bola yang major, melainkan sepak langsung ke depan Haaland segalanya beres. Tak lagi ada seni indah orang-orang kota memainkan dimensi aliran bola yang diakhiri gol oleh siapa saja pemain yang tidak terduga, siapa yang menjadi warga The City bisa mengukir gol. Itu seperti mozaik amazing dari seorang Joseph Guardiola.
Dan apakah kini di hadapan para perwira putih di Bernabeu yang hijau, sepak bola Manchester Raya telah usang dan menjadi sepak bola kebanyakan? Bisa jadi, karena masterpiece tidak selalu linier dengan juara, dan Manchester City berada di simpang jalan, terlebih keistimewaan mereka sudah tertelan oleh kemuliaan Real Madrid.
Pep & The City menemukan kebohongan ketika Manchester City memiliki 72 persen penguasaan bola tetapi Real Madrid yang terbiasa melewati badai dan mencetak gol lewat serangan balik yang brilian lewat Jose Vinicius Junior yang mulai mashur mengubur nama Haaland dan Mbappe.
Tidak banyak hasil dipanen selayaknya Man City bermain di lapangan rumput  lainnya dan tiba-tiba City terlihat compang-camping dan bingung di rumput Santiago, Haaland terhenyak, aliran penguasaan bola terhenti. Dan angka 1 dari De Bruyne dibuat mirip seperti Vinicius, hanya Vini sangat bertekstur Madrid sementara De Bruyne sangat Belgia tanpa warna City.
"Mereka memiliki pengalaman dan kualitas, tetapi sekarang kami akan pergi ke Manchester dan kami akan melihat apa yang dapat kami lakukan dengan lebih baik, semoga kami dapat belajar bertahan dan menyerang dengan lebih baik" Ujar Pep berkesan galau.
Sepertinya sepakbola City Pep, sedang menanti dua kesenyapan, kepemilikan bola yang usang dan striker Haaland menjadi striker kebanyakan yang bisa dibekukan keistimewaannya oleh pengawalan David Alaba dan pengawasan jendral Antonio Rudiger.
Dan babak kedua semi Manchester vs Real Madrid di Etihad minggu depan akan membuktikannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H